Cari Blog Ini
Kamis, 30 Juni 2011
Biografi Ratu Elizabeth I
Ratu Elizabeth I adalah ratu Inggris yang memerintah selama 45 tahun (1558 – 1603). Ia di anggap ratu paling terkemuka. Di bawah pemerintahannya Inggris mencapai masa kemakmuran ekonomi, kemajuan bidang kesusastraan, dan kekuatan militer. Inggris memiliki armada laut paling kuat di dunia. Bahkan Persemakmuran Virginia, bekas koloni Inggris di Amerika Utara yang saat ini menjadi salah satu dari 13 negara bagian pertama Amerika Serikat, dinamakan sesuai dengan julukan Elizabeth I, "the Virgin Queen".
Lahir di Greenwich, Inggris, 7 September 1533 dan meninggal 24 Maret 1603 pada umur 69 tahun di Richmond, Inggris. Selama hidupnya ia tidak pernah menikah hingga dijuluki Virgin Queen. Elizabeth I adalah penguasa monarki keenam dan terakhir dari dinasti Tudor. Ayahnya, Raja Henry VIII dan Ibunya Anne Boleyn. Anne Boleyn di hukum mati saat Elizabeth I berusia 3 tahun karena tuduhan pengkianatan terhadap raja. Pada 1558 saudara tirinya Mary yang beragama Katolik Roma memenjarakan dirinya selama hampir 1 tahun karena diduga membela pemberontakan Protestan.
Pada usia 13 tahun tepatnya tahun 1547, ayahnya Henry VIII tutup usia. Saudara tiri Elizabeth Edward VI, naik tahta dan berkuasa antara tahun 1547 - 1553. Saat itu terjadi konflik antara kelompok protestan dan katholik Roma. Edward VI ternyata lebih mendukung golongan protestan. Namun setelah Ratu Mary naik tahta, kerajaan Inggris kembali mendukung katholik roma dan mendukung kepausan. Golongan Protestan kemudian ditindas dan banyak pengikutnya dihukum mati. Elizabeth I juga di tahan di menara London oleh Ratu Mary yang terkenal ratu diktaktor. Ratu Mary tutup usia tahun 1558 dan digantikan Elizabeth yang berumur 25 tahun. Di bawah kepemimpinannya Inggris mengalami masa pencerahan kejayaan dan kemakmuran.
Dalam masa pemerintahannya, Ratu Elizabeth I mengalami berbagai masalah antara lain; krisis hubungan bilateral dengan Skotlandia dan Spanyol, Kondisi perekonomian dan keuangan pemerintah yang mengalami krisis dan perpecahan agama di masyarakat Inggris. Untuk mengatasi perpecahan agama, ratu Elizabeth I mengesahkan UU tentang supremasi dan persamaan tahun 1559 dengan menetapkan Aglican sebagai agama resmi Inggris. UU ini berhasil meredam perpecahan antar agama.
Dalam bidang politik luar negeri, ia terkenal tokoh yang cermat, luwes, dan berpandangan jauh. Awal tahun 1560 dia mengadakan "Perjanjian Edinburgh" yang menjamin penyelesaian damai konflik dengan Skotlandia. Pertentangan dengan Prancis juga berakhir dengan hubungan kedua Negara semakin membaik. Namun Inggris terlibat pertentangan dengan Spanyol. Elizabeth berusaha menghindari perang, tetapi buat Katolik militan Spanyol abad ke-16, perang antara Spanyol dengan Protestan Inggris sulit terelakkan. Pemberontakan di Negeri Belanda melawan penguasa Spanyol merupakan faktor pembantu: pemberontak Belanda umumnya penganut Protestan dan tatkala Spanyol menggenjot pemberontak, Elizabeth membantu Negeri Belanda, meskipun sebenarnya Elizabeth pribadi tak punya gairah berperang. Umumnya rakyat Inggris seperti juga para menteri dan parlemen lebih bernafsu angkat senjata daripada Elizabeth. Karena itu, ketika perang dengan Spanyol akhirnya meletus juga di tahun 1580an, Elizabeth peroleh dukungan kuat rakyat Inggris.
Elizabeth secara bertahap membangun Angkatan Laut Inggris hingga memiliki armada yang kuat. Keadaan ini membuat Raja Philip II dari Spanyol mengimbangi kekuatan Inggris dengan membangun kekuatan militer. Spanyol memiliki kekuatan hampir seimbang dengan Inggris. Perlombaan kekuatan militer ini akhirnya pecah menjadi perang terbuka. Pertarungan pun pecah tahun 1588, dan pertempuran laut yang seru itu berakhir dengan kekalahan mutlak pihak Inggris. Inggris kemudian memantapkan posisinya sebagai Negara dengan armada laut paling kuat di dunia yang tetap dipegangnya hingga abad ke 20 ini.
Di bidang ekonomi, Elizabeth sangat cermat mengatur keuangan negara. Konflik dengan Spanyol menelan biaya mahal sehingga di akhir pemerintahannya keuangan Negara mengalami kesulitan. Namun keadaan ini dapat diatasinya dengan cepat. Pemerintahan Elizabeth selama 45 tahun di anggap "Jaman keemasan Inggris." Beberapa penulis termasyhur Inggris, termasuk William Shakespeare, hidup di jaman itu. Elizabeth punya andil besar dalam perkembangan social budaya di Inggris. Kesusasteraan, music, seni lukis dan seni pertunjukkan berkembang pesat selama pemerintahannya.
Di masa pemerintahan Elizabeth I, Inggris juga tumbuh menjadi imperium dunia. Berbagai penjelajahan dunia dilakukan untuk memperluas ruang hidup (Lebensraum). Martin Frobisher dan John Davis menjelajahi samudera arah barat laut menuju Timur Jauh. Sir Francis Drake Menjelajahi Samudera Atlantik (dari tahun 1577 hingga 1580) dan mencapai California. Juga Sir Walter Raleigh mendirikan pemukiman di Amerika Utara.
Elizabeth adalah seorang politikus yang cakap, tegas, punya pandangan luas. Dia juga bersikap sangat hati-hati dankonservatif. Dia tidak suka perang dan pertumpahan darah meskipun jika diperlukan dia bisa melakukannya. Dalam Pemerintahan, dia sangat kooperatif dengan parlemen. Elizabeth punya kemampuan memilih pembantu-pembantu yang profesional. Salah satu pembantu setianya adalah Williarn Cecil (Lord Burghley), yang menjadi penasihat utamanya sejak tahun 1558 hingga beliau meninggal tahun 1598.
Hal yang disayangkan dari seorang ratu Elizabeth adalah tidak memiliki keturunan karena memang ia tidak pernah menikah. Hal ini menjadi masalah besar bagi regenerasi kepemimpinan di Inggris setelah beliau wafat. Namun di akhir hayatnya dia menunjuk Raja James II dari Skotlandia (putera Mary dari Skotlandia) menjadi penggantinya. Meskipun James dan puteranya Charles I dianggap pemimpin otoriter buat rakyat Inggris.
Keberhasilan Elizabeth dapat disimpulkan sebagai berikut:
Elizabeth I memimpin Inggris tanpa pertumpahan darah yang berarti. (Berbeda dengan Jerman di mana tiga puluh tahun perang (1618-1648) membunuh lebih dari dua puluh lima persen penduduk, sungguh menyolok). Elizabeth I mampu meredakan pertentangan antara Katolik Inggris dan Protestan Inggris, dia berhasil pula menjaga persatuan bangsa.
Empat puluh lima tahun pemerintahannya di anggap jaman keemasan Inggris. Inggris tampil menjadi bangsa besar di dunia.
Di masa pemerintahannya Inggris muncul sebagai kekuatan dunia di bidang militer yang bisa dipertahankan pada abad berikutnya.
Sumber : biografitokohdunia
Biografi Ratu Isabella
Ratu Isabella dilahirkan tahun 1451 di kota Madrigal di wilayah kerajaan Castile (kini bagian dari Spanyol). Sebagai gadis remaja dia peroleh pendidikan keagamaan yang ketat dan menjadi seorang Katolik yang taat. Saudara tirinya, Henry IV, jadi Raja Castile dari tahun 1454 hingga matinya tahun 1474. Pada saat itu tidak ada Kerajaan Spanyol. Daerah Spanyol sekarang terbelah-belah jadi empat kerajaan: Castile yang terbesar, Aragon di bagian sebelah utara Spanyol sekarang, Granada di sebelah selatan dan Navarre di utara.
Di ujung tahun 1469-an, Isabella yang mungkin jadi pewaris mahkota Castile --pewaris terkaya di Eropa-- menjadi inceran pelbagai pangeran. Saudara tirinya Henry IV, kepingin dia kawin dengan raja Portugis. Tetapi, di tahun 1469, tatkala usianya menginjak delapan belas tahun, dia abaikan keinginan itu tetapi kawin dengan Ferdinand pewaris Kerajaan Aragon. Berang akibat ketidakpatuhan Isabella, Henry menunjuk anak perempuannya, Yuana, menggantikannya. Tetapi ketika Henry meninggal dunia di tahun 1474, Isabella menuntut mahkota Kerajaan Castile. Para pendukung Yuana tidak bisa menyetujui ini hingga pecahlah perang saudara. Menjelang bulan Februari 1479 pasukan Isabella peroleh kemenangan. Raja John II dan Aragon mati di tahun itu juga dan Ferdinand menaiki tahta kerajaan Aragon. Sesudah itu Isabella dan Ferdinand memerintah sebagian besar Spanyol secara bersama-sama.
Dalam teori, kedua kerajaan Aragon dan Castile masih tetap terpisah, begitu juga pemerintahannya. Tetapi dalam praktek Ferdinand dan Isabella mengambil keputusan-keputusan bersama-sama dan berperan sebagai penguasa gabungan terbaik di seluruh Spanyol. Selama dua puluh tahun pemerintahan gabungannya, politik dasar mereka adalah membangun satu kesatuan kerajaan Spanyol yang diperintah oleh satu lembaga kerajaan yang kuat. Salah satu proyek pertamanya adalah penaklukan Granada, satu-satunya bagian dari semenanjung Iberia yang masih berada di bawah kekuasaan orang Islam. Pertempuran bermula tahun 1481 dan berakhir tahun 1492 dengan kemenangan mutlak di pihak Ferdinand dan Isabella.
Dengan penaklukan Granada, daerah Spanyol hampir sama luas dengan daerah Spanyol sekarang ini. (Kerajaan kecil Navarre dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaannya oleh Ferdinand tahun 1512 sesudah Isabella meninggal dunia).
Pada saat-saat permulaan pemerintahannya, Ferdinand dan Isabella mendirikan pengadilan Spanyol. Pengadilan merupakan forum pengadilan gerejani, gabungan dari hakim, juri, jaksa penuntut dan penyelidik kepolisian. Pengadilan ini terkenai baik karena kekejaman hukumnya maupun ketidakadilan cara-caranya. Para tertuduh kecil harapan dan tak punya kemungkinan samasekali bela diri terhadap tuduhan yang ditimpakan kepadanya. Mereka tidak diberitahu samasekali bunyi tuduhan, bahkan nama-nama si penuduh. Tertuduh yang menyangkal tuduhan dipermak habis hingga mengaku. Menurut perkiraan lama, sedikitnya 2000 orang dibakar selama dua puluh tahun pertama berlakunya pengadilan Spanyol itu, tetapi kabar-kabar berikutnya jumlah itu makin menyusut.
Pengadilan Spanyol itu dipimpin oleh seorang pendeta amat fanatik, Tomas de Torquemada, pendeta yang biasa menerima pengakuan pribadi Isabella. Kendati pengadilan sudah diberi limpahan wewenang oleh Paus, dalam praktek dia di bawah pengawasan raja-raja Spanyol. Pengadilan inkuisisi ini sebagian dimaksud agar terjamin keseragaman agama, dan sebagian dimaksud untuk menggencet mereka yang beroposisi terhadap Raja. Di Inggris, pangeran-pangeran feodal selalu bisa memelihara kekuatan cukup untuk mengawasi kekuasaan Raja. Pangeran feodal Spanyol suatu saat juga punya wibawa, tetapi raja-raja Spanyol mampu menggunakan pengadilan inkuisisi sebagai senjata menghadapi pangeran feodal yang tidak mau dicucuk hidung begitu saja, karena itu mereka juga mampu membangun suatu monarki yang terpusat dan absolut. Mereka juga gunakan itu untuk punya pengawasan lebih besar terhadap pendeta-pendeta Spanyol.
Tetapi, tujuan utama pengadilan inkuisisi adalah mereka yang dicurigai murtad dari agama, khusus Yahudi dan Islam yang sedikitnya sudah berpindah jadi Katolik tetapi secara diam-diam masih tetap menjalankan ibadah agama asalnya.
Pada mulanya, pengadilan inkuisi tidaklah ditujukan melawan Yahudi. Tetapi, di tahun 1492, atas tekanan si fanatik Torquemada, Ferdinand dan Isabella menandatangani sebuah dekrit yang isinya memerintahkan semua Yahudi Spanyol masuk Kristen atau angkat kaki tinggaikan Spanyol dalam tempo empat bulan, tanpa boleh membawa barang miliknya walau sepotong. Buat Yahudi Spanyol yang berjumlah sekitar 200.000 orang, perintah pengusiran ini betul-betul suatu malapetaka dan banyak yang menghembuskan napas terakhir sebelum kaki sempat menyentuh pelabuhan yang aman. Untuk Spanyol, pengusiran ini berarti kehilangan sejumlah besar penduduk yang paling rajin dan paling berkeahlian dalam dunia dagang dan pertukangan sehingga menyebabkan kemunduran ekonomi yang hebat.
Tatkala Granada menyerah, perjanjian damainya menyediakan peluang buat kaum Muslimin yang ada di Spanyol diijinkan boleh tetap beribadah menurut ajaran agamanya. Kenyataannya, pemerintahan Spanyol tak lama sesudahnya mengkhianati perjanjian itu. Oleh sebab itu kaum Muslimin berontak, tetapi dapat ditumpas. Tahun 1502 semua kaum Muslimin yang berada di Spanyol dipaksa masuk Kristen atau dihalau pergi, pilihan seiupa yang pernah disodorkan kepada kaum Yahudi sepuluh tahun sebelumnya.
Meskipun Isabella seorang pemeluk Katolik yang taat, dia tak pernah mengijinkan keortodoksannya mengganggu nasionalisme Spanyolnya. Dia dan Ferdinand berjuang keras dan berhasil meyakinkan bahwa gereja Katolik di Spanyol diawasi oleh Kerajaan Spanyol, bukan oleh Paus. Ini merupakan salah satu sebab mengapa kaum pembaharu Protestan di abad ke-16 tak berkesempatan peroleh kemenangan di Spanyol.
Yang teramat menonjol di masa pemerintahan Isabella, tentu saja, penemuan dunia baru oleh Christopher Colombus yang juga terjadi di tahun 1492 yang menentukan dan penting. Ekspedisi Colombus disponsori oleh kerajaan Castile. (Tetapi, cerita bahwa Isabella melelang permatanya untuk membeayai ekspedisi tidaklah benar).
Isabella meninggal dunia tahun 1504. Selama hidupnya dia melahirkan seorang putra dan empat putri. Putranya Yuan meninggal tahun 1497. Puterinya yang paling terkenal adalah Yuana. Ferdinand dan Isabella mengatur agar Yuana kawin dengan Philip I (si tampan) putera Kaisar Hapsburg Austria dan pula ahliwaris Kerajaan Burgundy. Hasil dari perkawinan dinasti yang luar biasa ini, cucu Isabella, Raja Charles V, mewariskan salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Eropa. Dia juga terpilih jadi Kaisar Roma yang suci dan merupakan orang terkaya dan Raja terkuat di Eropa pada masanya. Daerah yang berada di bawah kekuasaanya termasuk Spanyol, Jerman, Negeri Belanda, Belgia, Austria, Swiss, sebagian besar Italia, sebagian Perancis, Cekoslowakia, Polandia, Honggaria, dan Yugoslavia dengan tambahan sebagian besar daerah Amerika Selatan.
Baik Charles V maupun puteranya Philip II penganut Katolik yang taat, yang sepanjang masa pemerintahannya menggunakan kekayaan Amerika Selatan untuk membiayai perang melawan negara-negara Eropa Utara yang menganut Protestan. Jadi, perkawinan antar dinasti yang diatur Ferdinand dan Isabella mempengaruhi jalannya sejarah Eropa selama hampir seabad sesudah kematian mereka.
Sekarang saya akan menyimpulkan kerja besar dan pengaruh Ferdinand dan Isabella. Berkat kerjasama keduanya, mereka berhasil membangun kerajaan Spanyol yang bersatu, yang daerah perbatasannya cukup mantap, tak mengalami perubahan selama lima abad. Mereka berhasil membentuk pemerintahan monarki yang terpadu, tersentralisir, dan mutlak di Spanyol. Pemberontakan kaum Muslimin dan Yahudi punya konsekuensi penting baik bagi mereka yang terhalau maupun bagi Spanyol sendiri. Ketaatan mereka yang teguh kepada agama dan pendirian pengadilan inkuisisi punya akibat mendalam terhadap keseluruhan masa depan Spanyol.
Pokok terakhir dari hasil-hasil yang telah dicapai membuka permasalahan. Secara sederhana seseorang bisa bilang, pengadilan inkuisisi membikin hambatan bagi perkembangan intelektual Spanyol. Di abad-abad sesudah tahun 1492, umumnya Eropa Barat telah mencapai tingkat kemeriahan kemajuan ilmu pengetahuan dan ketinggian intelektual. Hal ini tidak terjadi di Spanyol. Di suatu masyarakat yang tiap orang yang punya beda pendapat selalu dicekam bahaya penangkapan oleh pengadilan inkuisisi, tidak aneh jika masyarakat macam itu kehilangan pribadi samasekali. Negeri-negeri Eropa lainnya memperbolehkan adanya beda pendapat. Di Spanyol, inkuisisi cuma membolehkan Katolik yang dua puluh empat karat. Menjelang tahun 1700, Spanyol merupakan negeri yang jompo secara intelektual dibanding lain-lain negeri Eropa Barat. Memang, meskipun hampir lima abad sesudah Ferdinand dan Isabella untuk pertama kali mendirikan pengadilan inkuisisi, dan kendati lebih dari 140 tahun sejak inkuisisi akhirnya dihapus, Spanyol masih tetap belum pulih dari akibat-akibatnya.
Lebih dari itu, pendukungan atas ekspedisi Colombus meneguhkan fakta bahwa sebagian besar Amerika Selatan dan Tengah menjadi jajahan Spanyol. Ini artinya kebudayaan Spanyol dan adat-istiadatnya --termasuk pengadilan inkuisisinya-- tegak berdiri di sebagian terbesar benua baru. Tidaklah mengherankan, akibat Spanyol secara intelektual lebih terbelakang ketimbang umumnya Eropa Barat, dengan sendirinya jajahan Spanyol pun lebih terbelakang dibanding dengan jajahan Inggris di Amerika Utara.
Dalam hal mempertimbangkan di mana Isabella mesti ditempatkan di daftar urutan buku ini, satu faktor harus dipertimbangkan, ialah. apakah perisitiwa-peristiwa itu bisa terjadi tanpa Isabella. Memang benar, jiwa jihad sudah begitu kuat di Spanyol, karena selama 700 tahun terlibat pergulatan menaklukkan kembali jasirah Iberia dari orang Islam. Sesudah perjuangan itu membawa hasil yang sukses di tahun 1492, Spanyol punya pilihan menentukan arah ke mana dia mau pergi. Adalah Ferdinand dan Isabella --khususnya. Isabella yang menentukan arah dan tujuan keortodoksan agama yang tak kenal kompromi. Tanpa pengaruhnya, tampaknya amat mungkin Spanyol akan tetap mendekam sebagai masyarakat yang pluralistik.
Mungkin lumrah membandingkan Isabella dengan Ratu Elizabeth I dari Inggris yang lebih masyhur. Elizabeth sedikitnya sama berkemampuannya dengan Isabella. Dan karena dia banyak sedikitnya berprikemanusiaan dan punya toleransi, dia tampak lebih merupakan penguasa yang dikagumi. Tetapi, Elizabeth kurang kadar jiwa inovatomya ketimbang Isabella dan tak sedikit pun tindak lakunya punya pengaruh mendalam seperti halnya Isabella membentuk peradilan inkuisisi. Meskipun beberapa sikap politik Isabella terlampau kotor dan penuh dendam kesumat, tidak banyak raja-raja dalam sejarah yang punya pengaruh begitu berjangka jauh seperti dia.
Sumber : kolom-biografi.
Biografi Raul Meireles
Raul Meireles adalah pemain internasional asal Portugal, seorang gelandang serba bisa dengan gaya seorang petarung dari menit awal hingga menit akhir. Ia memulai karir professional di klub Boavista Portugal tahun 2003. Melihat penampilan atraktifnya, ia segera di boyong oleh FC Porto pada musim berikutnya.
Nama Lengkap: Raul Meireles
Nomor Punggung: 4
Posisi: Midfielder
Umur: 28
Tanggal Lahir : Mar 17, 1983
Tempat lahir: Porto, Portugal
Tinggi: 1.79m
Berat Badan: 65 kg
Klub Sekarang (2011) : Liverpool FC
Klub Sebelumnya : FC Porto
Ia sangat percaya diri jika dimainkan sebagai mildfilder yang akan memanjakan para penyerang dengan passing-passing akurat yang tidak sedikit membuahkan goal. Bersama Porto Ia sukses merebut tiga thropy. Setelah enam tahun berkarir di Porto, ia mencari tantangan baru di English Premier League bersama Liverpool setelah tampil mengesankan di Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Ia di datangkan ke Liverpool dengan banderol £ 11,5 juta. Raul Meireles memiliki keistimewaan pergerakan yang cepat, seorang petarung di lini tengah dan memiliki daya jelajah tinggi. Kelemahannya sering mendapat kritik karena gaya permainannya yang kurang estetik. Prestasi tertingginya saat meraih Piala Portugal, Piala Super dan Juara Liga tahun 2006 bersama FC Porto.
Sumber : biografitokohdunia
Rabu, 29 Juni 2011
Biografi Marie Curie
Marie Currie bersama suaminya Pierre dikenal sebagai ilmuwan yang menekuni bidang radioaktif. Ia mendapat hadiah nobel dua kali setelah menemukan unsur radioaktif radium dan polonium. Ia bahkan meninggal karena terkontaminasi sehingga menderita anemia aplastik. Lahir di Warsawa Polandia 1867 dan meninggal di Alpin Prancis 1934.
Bakat ilmu dan politik ayahnya menurun pada diri Maria. Dia meraih mendali emas pada olimpiade Sains. Ia lalu kuliah di Universitas Sorborne Prancis, menekuni bidang Fisika tahun 1893 dan menikah dengan Pierre Curie setahun kemudian. Setelah mencermati penemuan sinar X oleh Wilhelm Rontgen ia berhasil menemukan kekuatan besar dalam uranium yang disbutnya “radioaktif”.Curie dan suaminya berusaha keras mengurai bijih-bijih mineral dengan mengristalisaisnya. Dari penelitiannya ia membuktikan adanya elemen baru yang mereka beri nama polonium (sesuai tempat kelahirannya). Dalam percobaan berikutnya ia menemukan bahan radioaktif yang lebih tinggi tingkatannya dan mereka namai radium.
Tahun 1903, pasangan ini memperoleh nobel bidang Fisika atas penemuannya. Setelah suaminya meninggal akibat kecelakaan di jalan raya, Curie melanjutkan usahan penyelidikannya dalam bidang radioaktif dan memperkenalkan istilah “disintegrasi” (pembelahan sebuah atom dalam radiokatif menjadi elemen yang berbeda). Tahun 1911 ia mendapat hadiah nobel untuk kedua kali namun untuk bidang kimia. Pada Perang dunia I Curie berperan besar dalam penggunaan radiasi untuk kepentingan medis. Ia menjadi salah satu perempuan paling terkenal di dunia yang mengkampanyekan penggunaan radium bagi kegiatan medis dengan memfasilitasi pendirian institut terapi radium di Prancis,Polandia dan Amerika Serikat. Ia membuktikan pentingnya ilmu pengetahuan bagi kepentingan kemanusiaan.
Pada tahun 1920-an kesehatannya mulai menurun akibat kurangnya pengetahuan mengenai bahaya radioaktif dalam jangka panjang. Ia kemudian terkena anemia aplastik hingga merenggut nyawanya tahun 1934.
Sumber : biografitokohdunia
Biografi Richard Stallman
SANG PENDIRI GNU
Richard Matthew Stallman lahir 16 Maret 1953, di Manhattan, New York. Sebagai anak "broken home", Stallman memiliki hubungan yang tidak baik dengan kedua orang tuanya.
Stallman memiliki kepribadian yang menarik (baca : kontoversial). Semasa SMA, ia selalu mendapat A untuk Matematika dan Fisika (bahkan kemudian ia memanggil dirinya sendiri "math you", yang terdengar serupa dengan "Matthew"). Namun gagal dalam pelajaran Bahasa Inggris, dikarenakan ke"keras kepalaannya" menolak untuk menulis essay dalam bentuk apapun. Bahkan "para jenius" disekolahnya pun tidak dapat mengerti kepribadiannya yang sangat sulit bersosialisasi.
Stallman lulus jurusan Fisika Harvard University pada tahun 1974. Selama masa kulaihnya, Stallman bekerja sebagai staf di Laboratorium Artificial Intelligence milik MIT. Disaat inilah Stallman belajar mengenai pengembangan Sistem Operasi.
Pada tahun 1980-an, Stallman mulai berhadapan dengan "musuhnya" hingga kini, yaitu "komersialisasi industri software". Ini berawal dari usaha beberapa "hackers" untuk mendirikan suatu perusahaan bernama "Symbolics", yang mencoba untuk mengganti "free software" yang digunakan di Lab., dengan software buatan mereka. Selama dua tahun, dari 1983 hingga 1985, Stallman berjuang menggagalkan usaha monopoli para programmer Symbolics. Sebelum akhirnya ia dibuat untuk menghentikan kegiatannya dan menandatangi perjanjian tertutup.
Pada Januari 1984 Stallman mengundurkan diri dari MIT dan memulai "GNU project". GNU (singkatan dari "GNU's Not Unix"-GNU, bukan Unix-) adalah Sistem Operasi cuma-cuma yang merupakan alternative dari Unix. Akhir akhir ini, varian dari Sistem GNU berbasis Linux mulai popular digunakan. Diperkirakan pemakai "GNU/Linux systems"(lebih dikenal dengan "Linux" saja) sudah mencapai 20 juta orang lebih.
Stallman adalah penulis "GNU Compiller Collection", sebuah kompiler portable yang dapat ditujukan untuk berbagai variasi arsitektur dan bahasa pemrograman. Selain itu ia juga menulis "GNU Symbollic debugger (gdb)", "GNU Emacs" dan berbagai program GNU lainnya.
"GNU Project", sebenarnya adalah salah satu wujud usaha Stallman untuk memperjuangkan "free software". Selain GNU, ia juga melakukan usaha-usaha lainnya dengan mendirikan Free Software Foundation (FSF), pengembangan konsep "Copyleft" (lawan dari "Copyright") yang kemudian dimasukkannya dalam "GNU General Public Lisence" (GPL) ditahun 1989.
Kehadiran Stallman di dunia komputer sudah diakui di tingkat dunia, Ini ditandai dari berbagai pengahargaan yang diterimanya. Diantaranya, "Grace Hopper Award" tahun 1991 atas kerjanya dalam membuat editor "Emacs", "Takeda Award" yang diterimanya tahun 2001, bersama dengan Linus Torvalds (pengembang linux) dan Ken Sakamura (pengembang TRON), dan penghargaan lainnya. Selain itu Stallman juga mendapat gelar Doktor Kehormatan dari Institut Teknologi Swedia (1996), dan Universitas Glasgow (2001).
Hingga kini Stallman masih memperjuangkan eksistensi "free Software". Waktu yang akan menjawab, akankah nama Stallman tercatat dalam sejarah sebagai seorang pionir "free software", atau hanya sebagai seorang kontroversial yang nekat melawan arus. Namun itu semua tidak penting, karena seperti apa yang dikatakannya dalam biografinya "I've never been able to work out detailed plans of what the future was going to be like... I just said ` I'm going to fight, Who knows where I'll get?" ("Aku tak pernah dapat memikirkan rencana mendetil tentang apa yang akan terjadi dimasa depan... Aku hanya mengatakan, Aku akan berjuang. Siapa yang tahu, Aku akan sampai dimana?").
Sumber : kolom-biografi.
Biografi Sakichi Toyoda
Sakichi Toyoda |
Pendiri Toyota
Sakichi Toyoda adalah seorang penemu dan industrialis Jepang. Ia dilahirkan di Kosai, Shizuoka. Anak seorang tukang kayu miskin, Toyoda ini disebut sebagai "Raja Penemu Jepang". Karir Sakichi Toyoda sering disebut sebagai bapak revolusi industri Jepang. Ia juga merupakan pendiri Toyota Industries Co, Ltd. Lahir 14 Februari 1867 (1867/02/14) di Jepang, Meninggal 30 Oktober 1930 di Jepang
Dia menciptakan berbagai perangkat tenun. Penemuan yang paling terkenal adalah kekuatan otomatis tenun di mana ia menerapkan prinsip Jidoka (otonom otomatisasi). Prinsip Jidoka, yang berarti bahwa mesin berhenti sendiri bila masalah terjadi, kemudian menjadi bagian dari Toyota Production System.
Toyoda mengembangkan konsep dari 5 mengapa: Ketika terjadi masalah, bertanya 'mengapa' lima kali untuk mencoba untuk menemukan sumber masalahnya, kemudian dimasukkan ke tempat sesuatu untuk mencegah masalah tersebut dari berulang. Konsep ini digunakan sekarang sebagai bagian dari bersandar menerapkan metodologi untuk memecahkan masalah, meningkatkan kualitas, dan mengurangi biaya.
Sejarah
Toyota Motor Corporation didirikan pada September 1933 sebagai divisi mobil Pabrik Tenun Otomatis Toyota. Divisi mobil perusahaan tersebut kemudian dipisahkan pada 27 Agustus 1937 untuk menciptakan Toyota Motor Corporation seperti saat ini.
Berangkat dari industri tekstil, Toyota menancapkan diri sebagai salah satu pabrikan otomotif yang cukup terkemuka di seluruh dunia. Merek yang memproduksi 1 mobil tiap 6 detik ini ternyata menggunakan penamaan Toyota lebih karena penyebutannya lebih enak daripada memakai nama keluarga pendirinya, Toyoda. Inilah beberapa tonggak menarik perjalanan Toyota.
Toyota merupakan pabrikan mobil terbesar ketiga di dunia dalam unit sales dan net sales. Pabrikan terbesar di Jepang ini menghasilkan 5,5 juta unit mobil di seluruh dunia. Jika dihitung, angka ini ekuivalen dengan memproduksi 1 unit mobil dalam 6 detik.
Dibandingkan dengan industri-industri otomotif lain yang menggunakan nama pendirinya sebagai merek dagang seperti Honda yang didirikan oleh Soichiro Honda, Daimler-Benz (Gottlieb Daimler dan Karl Benz), Ford (Henry Ford), nama Toyoda tidaklah dipakai sebagai merek. Karena berangkat dari pemikiran sederhana dan visi waktu itu, penyebutan Toyoda kurang enak didengar dan tidak akrab dikenal sehingga diplesetkan menjadi Toyota.
Sakichi Toyoda lahir pada bulan Februari 1867 di Shizuoka, Jepang. Pria ini dikenal sebagai penemu sejak berusia belasan tahun. Toyoda mengabdikan hidupnya mempelajari dan mengembangkan perakitan tekstil. Dalam usia 30 tahun Toyoda menyelesaikan mesin tenun. Ini kemudian mengantarnya mendirikan cikal bakal perakitan Toyota, yakni Toyoda Automatic Loom Works, Ltd. pada November 1926.
Di sini hak paten mesin tekstil otomatisnya kemudian dijual kepada Platt Brothers & Co, Ltd. dari Inggris, Britania Raya. Hasil penjualan paten ini, dijadikan modal pengembangan divisi otomotif. Mulai tahun 1933, ketika Toyoda membangun divisi otomotif, tim yang kemudian banyak dikendalikan oleh anaknya Kiichiro Toyoda, tiada henti menghasilkan inovasi-inovasi terdepan di zamannya. Mesin Tipe A berhasil dirampungkan pada 1934. Setahun kemudian mesin ini dicangkokkan prototipe pertama mobil penumpang mereka, A1. Divisi otomotif Toyoda juga menghasilkan truk model G1.
Di tahun 1936 mereka meluncurkan mobil penumpang pertama mereka, Toyoda AA (kala itu masih menggunakan nama Toyoda). Model ini dikembangkan dari prototipe model A1 dan dilengkapi bodi dan mesin A. Kendaraan ini dari awal diharapkan menjadi mobil rakyat. Konsep produk yang terus dipegang Toyota hingga sekarang.
Empat tahun menunggu dirasa cukup melahirkan perusahaan otomotif sendiri dan melepaskan diri dari industri tekstil mereka. Kemudian tahun 1937 mereka meresmikan divisi otomotif dan memakai nama Toyota, bukan Toyoda seperti nama industri tekstil. Pengambilan nama Toyota dalam bahasa Jepang terwakili dalam 8 karakter, dan delapan adalah angka keberuntungan bagi kalangan masyarakat Jepang. Alasan lain yang dianggap masuk akal adalah industri otomotif merupakan bisnis gaya hidup dan bahkan penyebutan sebuah nama (dan seperti apa kedengarannya), menjadi sisi yang begitu penting. Karena nama Toyoda dianggap terlalu kaku di dalam bisnis yang dinamis sehingga diubah menjadi Toyota yang dirasa lebih baik. Tak ayal, tahun 1937 merupakan era penting kelahiran Toyota Motor Co, Ltd. cikal bakal raksasa Toyota Motor Corp (TMC) sekarang.
Semangat inovasi Kiichiro Toyoda tidak pernah redup. Toyota kemudian berkembang menjadi penghasil kendaraan tangguh. Di era 1940-an, Toyota sibuk mengembangkan permodalan termasuk memasukkan perusahaan di lantai bursa di Tokyo, Osaka dan Nagoya.
Setelah era Perang Dunia II berakhir, tahun 1950-an merupakan pembuktian Toyota sebgai penghasil kendaraan serba guna tangguh. Waktu itu kendaraan Jeep akrab di Jepang. Terinspirasi dari mobil ini, Toyota kemudian mengembangkan orototipe Land Cruiser yang keluar tahun 1950. Setahun kemudian meluncurkan secara resmi model awal Land Cruiser yakni model BJ.
Buln Juli tahun itu, test drivernya Ichiro Taira mengakhiri uji coba dengan hasil luar biasa. Diinspirasi oleh tokoh Samurai Heikuro Magaki yang mendaki Gunung Atago di atas kuda tahun 1643, Taira mengemudikan Toyota BJ-nya ke kuil Fudo di kota Okasaki. Ini sekaligus dipakai sebagai promosi ketangguhan mobil segala medan ini. Tak lama berselang, Toyota Land Cruiser mulai menandingi dominasi Jeep Willys. Bahkan dengan model-model selanjutnya, Toyota Land Cruiser bisa diterima di pasar yang kala itu sulit ditembus yakni Amerika Utara. Lewat model ini, Toyota masuk ke pasar-pasar di berbagai belahan dunia, Termasuk di Indonesia yang dikenal sebagai sebagai Toyota Hardtop Land Cruiser FJ40/45. Di Afrika, model-model Toyota Land Cruiser ini digunakan sebagai Technical alias jip bersenjata yang dibekali senapan mesin ringan, berat atau bahkan senjata basoka tanpa tolak balik (Recoilless bazooka) dan diterjunkan sepanjang konflik-konflik bersenjata dengan kinerja sangat tangguh.
Toyota tidak hanya dikenal melalui Toyota Land Cruiser. Mereka juga mengembangkan model yang menjadi favorit dunia, sedan kecil. Lewat Corolla yang memulai debutnya pada tahun 1966, sedan mungil generasi awal ini memakai penggerak belakang mengubah tatanan sedan bongsor yang populer saat itu menuju arah sedan kecil yang kompak, irit dan ringkas. Memasuki tahun 1975, Corolla masuk dalam generasi ketiga dan terjual lebih dari 5 juta unit. Hal yang menakjubkan ini masih kokoh hingga sekarang. Mesin mobil Corolla ini kemudian digunakan di Indonesia sebagai mesin untuk kendaraan niaga keluarga serbaguna, Toyota Kijang generasi awal yang dikenal sebagai Kijang Buaya.
Sejalan makin mengglobalnya produk Toyota, mereka sadar tidak mempunyai grafik logo. Bahkan di Indonesia dijumpai kendaraan bermerk Toyota seperti Toyota Kijang dengan logo TOYOTA pada grill di bagian bonnet (hidung) mobil. Di tahun 1989 Toyota akhirnya memutuskan untuk membuat dua lingkaran oval (elips) yang menghasilkan huruf T dan ellips ketiga mengisyaratkan akan the spirit of understanding in design. Lingkaran ketiga itu sekaligus mengelilingi kedua lingkaran ellips sebelumnya yang berbentuk T itu sebagai bukti menjaga dan mempengaruhi sekelilingnya.
Di tahun 1990-an, Toyota semakin membuktikan bahwa mobil Jepang dapat bersaing dengan mobil Eropa dan Amerika. Toyota Celica berhasil menjadi juara rally dunia, dan Toyota Camry menjadi mobil paling laris di Amerika.
Sumber : kolom-biografi.
Selasa, 28 Juni 2011
Biografi Budi Harsono
LETJEN TNI (PURN.) H. BUDI HARSONO |
Nama : LETJEN TNI (PURN.) H. BUDI HARSONO
Lahir : Yogyakarta, 13 September 1946
Agama : Islam
Istri : Mut Indayah (Menikah 1972)
Anak :
1. Budi Indawan, ST., MM.
2. Sus Budi Indardi, ST., MM.
3. Budi Inda Timor Putra.
4. Budi Inda Catur Satya.
Ayah : Aris Moenandar
Ibu : Salamah
Jabatan Sekarang:
- Anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR-RI (Periode 2004-2009) dari Daerah Pemilihan Provinsi Jawa Barat VIII (Kabupaten Subang, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Sumedang).
- Anggota Komisi VII DPR-RI (Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral) DPR-RI.
- Anggota Badan Kehormatan (BK) DPR-RI.
- Anggota Tim Sosialisasi Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat (BP-MPR RI).
Riwayat Pendidikan:
- SR (Yogyakarta, 1952-1958)
- SMP (Yogyakarta, 1958-1961)
- SMA/B (Manado, 1961-1964)
- Akademi Militer Nasional (Magelang, 1964-1967)
- Suslapa (Bandung, 1975-1976).
- Seskoad (Bandung, 1983-1984).
- Lemhannas KRA XXI (Jakarta, 1993-1994).
Pangkat Militer Terakhir:
Letnan Jenderal TNI
Jenjang Karier di Militer:
1. 1968-1976: (Letnan Dua-Kapten) Kodam IV/Diponegoro, Jawa Tengah:
-Komandan Peleton (Danton) Batalyon Infanteri (Yonif) 406, Gombong, Jawa Tengah (1968-Letnan Dua).
-Komandan Kompi (Danki) Yonif 406, Gombong, Jawa Tengah (1972, Letnan Satu-Kapten).
-Perwira Staf Operasi Yonif 406 (1976-Kapten).
2. 1976-1983: (Mayor-Letnan Kolonel) Kodam II Bukit Barisan, Sumatera Utara:
- Perwira Paban Madya/Karo Operasi Kodam II BB (1976-1981-Mayor).
-Wakil Komandan Yonif 122 Tebing Tinggi (1981-Mayor).
-Kepala Staf Komando Distrik Militer (Kasdim) 0206 Rantau Prapat, Labuan Batu, (1981-1982, Mayor).
-Kasdim 0201 Kota Besar Medan, Sumut (1982-1983, Letnan Kolonel).
3. 1984-1989: (Letnan Kolonel-Kolonel) Kodam III Siliwangi, Jawa Barat:
-Komandan Yonif 312 Kala Hitam, Subang, (1984-1985, Letnan Kolonel).
-Komandan Komando Distrik Militer (Dandim) 0617, Majalengka (1986-1988, Letnan Kolonel).
-Kepala Staf Komando Resort Militer (Kasrem) 061 Bogor, (1988-1989, Letnan Kolonel).
4. 1989-1992: (Kolonel) Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad):
-Asisten Teritorial (Aster) Divisi I Kostrad, Cilodong, Jawa Barat (1989-1992, Kolonel).
5. 1992-1994: (Kolonel) Kodam III Siliwangi, Jawa Barat:
-Aster Dam III Siliwangi, (1992-1993, Kolonel).
-Komandan Komando Resort Militer (Danrem) 063 Cirebon, (1993-1994, Kolonel).
6. 1995-1997: (Kolonel-Mayor Jenderal) Mabes TNI:
-Paban Sospol Mabes TNI (1995-1996, Kolonel).
-Wakil Asisten Sospol (Waassospol) Mabes TNI (1996-Brigadir Jenderal).
-Assospol Mabes TNI (1996-1997-Mayor Jenderal).
7. 1997-2002: (Mayor Jenderal-Letnan Jenderal) Fraksi TNI/Polri DPR-RI:
-Ketua Komisi II DPR-RI (1997-1999, Mayor Jenderal).
-Wakil Ketua Fraksi TNI/Polri DPR-RI (1999-2000, Mayor Jenderal).
-Ketua Fraksi TNI/Polri DPR-RI (2001-2002, Letnan Jenderal).
Pengalaman Tugas Militer:
1. Operasi Perbatasan Kalimantan Barat-Sarawak (1971-1972).
2. Operasi Timor Timur I (1981-1982).
3. Operasi Timor Timur II (1984-1985).
Pengalaman Organisasi/Pekerjaan Lain:
1. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar (2002-2004).
2. Komisaris PTP XI (1997-1999).
3. Komisaris TVRI (2003-2004)
Penghargaan/Tanda Jasa:
1.Satya Lencana Penegak
2.Satya Lencana Dharma Pala
3.Satya Lencana Seroja
4. Satya Lencana Kesetiaan 8 Tahun, 16 Tahun, dan 24 Tahun
5. Bintang Kartika Eka Paksi Nararya
6. Bintang Kartika Eka Paksi Pratama
7.Bintang Yudha Dharma Nararya
8. Bintang Yudha Dharma Pratama
9. Bintang Dharma
Hobby:
1. Olah Raga (sepakbola, tenis, golf, joging)
2. Kesenian (nonton wayang kulit)
Alamat Rumah:
Perum Hankam Jati Makmur Jl. Raflesia F-3 Pondok Gede, Bekasi.
Pejuang Berjiwa Ikhlas
Politikus Partai Golkar dan anggota DPR-RI (2004-2009) ini memiliki latar belakang militer dengan pangkat Letnan Jenderal (Letjen) TNI. Kendati demikian, bila disimak dari cara bertuturnya yang lemah-lembut, perawakannya yang mungil, serta sikapnya yang rendah hati di hadapan orang lain, tidak tampak sama sekali sosok ‘keras’ seorang jenderal penyandang bintang tiga.
Tapi, Budi Harsono akan menunjukkan kalibernya sebagai seorang pejuang bangsa dan negara yang sejati manakala mengkritisi kesadaran bernegara dan bela negara, yang dinilainya sudah semakin terkikis dari jiwa warga negara Indonesia, dewasa ini.
Pria yang memiliki falsafah hidup: “Bekerja dengan Ikhlas, Tuhan akan Menjaga Rezeki” ini mengaku amat prihatin menyaksikan potret manusia Indonesia yang terlalu menghambakan diri pada mental materialistis-individualistis.
Budi yang kini ditugaskan Fraksi Partai Golkar di Komisi VII (bidang Energi dan Sumber Daya Mineral) DPR ini mengingatkan, kesadaran bernegara dan kesediaan serta kerelaan berkorban untuk negara seharusnya bukan hanya dimiliki seorang militer tapi juga dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia.
“Kita dapat amati dewasa ini kesadaran bernegara dan bela negara warga negara Indonesia sudah mengalami erosi yang sangat tajam,” tukasnya.
Dalam hematnya, faktor penyebab dari fenomena itu adanya kekurangan pada sistem pembangunan nasional di masa lalu, yang belum menempatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagai prioritas utama.
Ironisnya pula, SDM dibangun seiring dengan derap pembangunan fisik-material. Akibatnya, timbullah ekses dari kegiatan pembangunan tersebut yaitu SDM yang cenderung bermental dan berperilaku materialistis. Yang hanya berfikir dan bertindak atas apa yang dia harus peroleh. Pola pikir seperti itu, sambung anggota Badan Kehormatan (BK) DPR-RI ini, dominan merasuki benak SDM Indonesia dewasa ini.
“Pembangunan SDM mestinya menjadi prioritas dan diprogram dari awal secara sistematis dan berjangka panjang, dan tidak secara instan. Jerih-payah kita sekarang hasilnya baru bisa dipetik bangsa ini 15-20 tahun mendatang,” tandas anggota Tim Sosialisasi Badan Pekerja MPR-RI ini.
Memimpin Fraksi TNI/Polri DPR
Sebenarnya, Budi Harsono terbilang sudah cukup lama berkecimpung di dunia parlementaria. Anggota Fraksi Partai Golkar (F-PG) DPR periode 2004-2009 ini pertama kali bertugas di Gedung DPR/MPR pada tahun 1997.
Ketika itu, pria kelahiran Yogyakarta, 13 September 1946, ini mendapatkan kepercayaan dari Mabes ABRI sebagai anggota Fraksi ABRI di DPR/MPR.
Dia mengemban tugas sebagai anggota legislatif di DPR berkaitan dengan peran Dwifungsi (fungsi Pertahanan Keamanan dan fungsi Sosial Politik) ABRI yang berlaku di masa itu.
Dia mendapat tugas baru di DPR setelah hampir satu tahun lamanya memangku tugas sebagai Asisten Sosial Politik (Assospol) Mabes ABRI. Saat itu, Budi berpangkat Mayor Jenderal TNI (bintang dua). Posisi Assospol ABRI yang ditinggalkannya selanjutnya ditempati oleh Mayor Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono, yang kini menjabat Presiden RI.
Pertama kali bertugas di Senayan, dia langsung diserahi tanggung jawab sebagai Ketua Komisi II DPR RI, yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri. Setahun kemudian, dia dipercaya menjadi Wakil Ketua Fraksi ABRI (1997-1999). Saat itu, posisi Ketua F-ABRI dijabat oleh Letjen TNI Ahmad Rustandi, yang sekarang menjadi anggota Mahkamah Kontitusi.
Di era reformasi, seiring pergantian kepemimpinan nasional (eksekutif dan legislatif) hasil dari Pemilu 1999, Budi rupanya masih mendapat kepercayaan dari Mabes TNI bertugas di DPR.
Seperti dipahami, berdasarkan konsensus rakyat Indonesia yang dilandasi semangat reformasi, pada 1 April 1999, institusi Polri (Kepolisian RI) dipisahkan dari institusi TNI dalam organisasi ABRI, sehingga sejak itu sebutan Fraksi ABRI pun berubah menjadi Fraksi TNI/Polri.
Setelah sekitar dua tahun menjabat Wakil Ketua F-TNI/Polri, pada tahun 2001, Budi Harsono ditunjuk Mabes TNI sebagai Ketua F-TNI/Polri, menggantikan posisi Letjen TNI Ahmad Rustandi yang memasuki masa pensiun.
Selaras dengan kapasitas tugas dan tanggung jawabnya selaku Ketua F-TNI/Polri, suami dari Mut Indayah ini dan ayah empat orang putra ini memperoleh kenaikan pangkat satu tingkat dari Mayor Jenderal TNI menjadi Letnan Jenderal TNI (bintang tiga).
Saat menjadi komandan gerbong F-TNI/Polri di DPR yang terdiri dari 38 orang anggota, Budi Harsono mesti benar-benar bijaksana dalam memposisikan peran F-TNI/Polri di dalam dinamika kehidupan parlementaria, yang sarat dengan tarik-menarik kepentingan antarpartai politik (Parpol).
Bijaksana dalam pengertian menempatkan posisi TNI/Polri secara netral, nonpartisan, dan semata-mata mengabdi pada kepentingan negara dan rakyat Indonesia di tengah-tengah pertarungan politik yang cenderung bersifat partisan dan sektarian di Senayan.
Alumnus Lemhannas KRA XXI (1994-1995) ini menggarisbawahi, F-TNI/Polri bertugas mewakili dan mengusung kepentingan negara dan bangsa. Dengan kata lain, politik yang dimainkan F-TNI/Polri di parlemen adalah politik negara. Bukan politik praktis yang dimainkan fraksi-fraksi lain dan kepentingan partisan kelompok masyarakat yang diwakili dan diperjuangkan Parpol-parpol.
Di bawah kepemimpinan Budi Harsono, F-TNI/Polri mampu memerankan diri sebagai penyeimbang sekaligus jembatan penghubung di antara fraksi-fraksi di DPR yang sering berseteru atau berbeda pendapat mengenai isu-isu yang berkembang di Senayan.
Peranan penyeimbang yang dimainkan F-TNI/polri di DPR, kata Budi, berkaitan erat dengan tujuan keberadaan F-TNI/Polri yakni mengabdi pada kepentingan bangsa, negara, dan rakyat secara keseluruhan.
Sebab, apabila konflik-konflik antarkepentingan fraksi di DPR dibiarkan berlarut-larut, kondisi itu akan merugikan kepentingan rakyat.
Dan, peran jembatan yang dimainkan F-TNI/Polri dapat diterima fraksi-fraksi yang berbeda kepentingan karena selalu ada solusi terbaik, yang bersifat akomodatif terhadap semua pihak. “Dulu saat Fraksi TNI/Polri ada di DPR, keputusan akhir yang diambil DPR tentang banyak isu cenderung melalui jalan musyawarah untuk mufakat,” papar mantan Assospol ABRI (1997) ini.
“Sangat jarang keputusan paripurna DPR diambil melalui pemungutan suara atau voting, seperti yang menjadi ciri DPR di era reformasi sekarang ini.”
Merupakan sebuah tantangan berat bagi Budi Harsono untuk bijak menempatkan posisi dan sikap politis F-TNI/Polri dalam konflik tersebut. Dia mesti setiap saat melakukan konsolidasi ke dalam dan berkoordinasi secara intensif –dan melaporkan setiap perkembangan situasi yang terjadi di Senayan-- dengan Mabes TNI di Cilangkap, dalam hal ini Panglima TNI.
Ketika dia memimpin F-TNI/Polri, ada satu peristiwa besar berskala nasional dalam dunia ketatanegaraan Indonesia, dan menyangkut kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dilatarbelakangi perseteruan politik tingkat tinggi antara pemerintah (baca: Presiden RI) dan DPR/MPR (mayoritas fraksi). Dalam situasi konfliktual tersebut, F-TNI/Polri ikut berperan dalam menentukan nasib bangsa dan negara.
Puncak dari perseteruan politik tersebut adalah keputusan mayoritas fraksi di MPR untuk menggelar Sidang Istimewa (SI) MPR sebagai respons terhadap kondisi negara yang diterpa berbagai persoalan, yang potensial mengarah pada instabilitas nasional, seperti kasus Bulog dan dualisme kepemimpinan di tubuh institusi Polri.
Satu tahun menjelang berakhirnya eksistensi TNI dan Polri di DPR, sebagai implementasi dari keinginan rakyat Indonesia, Budi Harsono pensiun dari dunia militer yang telah digelutinya selama hampir 35 tahun dengan penuh pengabdian, dedikasi, dan loyalitas kepada bangsa, negara, dan institusi TNI sendiri.
Menjaga Keutuhan Partai Golkar
Agaknya, pengalaman, kinerja, dan integritas seorang Budi Harsono selama beraktivitas di parlemen, khususnya ketika menjadi Ketua F-TNI/Polri, rupanya menarik perhatian Akbar Tandjung (kala itu Ketua Umum DPP Partai Golkar dan Ketua DPR-RI) .
Politikus kawakan itu lantas mengajak Budi bergabung ke partai berlambang Pohon Beringin tersebut. Tak tanggung-tanggung, Akbar menawarkan posisi Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Golkar kepada Budi Harsono.
Kebetulan, posisi Sekjen Partai Golkar memang sedang lowong setelah ditinggal Mayjen TNI (purn) Tuswandi yang wafat. Tawaran Akbar disambutnya.
Salah satu pertimbangan utama lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) angkatan 1967 ini bergabung ke Partai Golkar adalah keinginannya menyumbangkan pikiran, tenaga, dan darma baktinya kepada bangsa dan negara melalui partai politik (Parpol) terbesar di Indonesia itu.
Dalam persepsi Budi, dari demikian banyak Parpol yang ada di tanah air, utamanya Partai Golkar yang bisa menjadi perekat, penjaga, dan pengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan platform nasionalismenya.
“Spirit kebangsaan yang tertanam dalam diri saya sejak pendidikan pembentukan militer sampai bertugas di lapangan membela negara selaras dengan visi dan misi Golkar. Faktor historis dan ideologis itulah yang menjadi energi utama saya bergabung ke Partai Golkar,” Budi menjelaskan sebagian latar belakang dari keputusannya.
Kondisi Partai Golkar saat itu yang sedang dilanda konflik internal yang mengarah pada perpecahan dan sangat potensial menghancurkan Partai Golkar sendiri juga memantik motivasi Budi Harsono untuk menerima tawaran Akbar Tandjung demi menjaga keutuhan Parpol tersebut.
“Alasan yang paling subyektif, saya ingin membantu Pak Akbar Tandjung yang tengah didera persoalan hukum, di satu situasi, namun pada situasi lain dia digoyang dari dalam partainya sendiri.”
Bersama Akbar Tandjung dan pengurus pusat lainnya, Budi Harsono akhirnya berhasil menjaga keutuhan Partai Golkar, dan bahkan dengan gemilang menempatkan partai sebagai pemenang Pemilu 2004.
Pada Pemilu 2004, Budi Harsono diusung Partai Golkar untuk bertarung di Daerah Pemilihan Jawa Barat VIII (Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Majalengka).
Berkat kepercayaan besar dari warga tiga kabupaten itu yang ditandai perolehan suara cukup signifikan, mantan Danyon 312 Kala Hitam, Subang, (1984-1985), mantan Dandim 0617, Majalengka (1986-1988), dan mantan Danrem 063, Cirebon, (1993-1994) ini pun melenggang kembali ke Senayan, dan bergabung ke Fraksi Partai Golkar DPR.
Sumber : tokoh-indonesia
Biografi Benyamin Bura
Laksma TNI (Purn) Benyamin Bura |
Nama : Laksma TNI (Purn) Benyamin Bura
Lahir : Makale, Tana Toraja, 18 September 1942
Isteri : Yuli Parantean
Jabatan :
Anggota DPD RI dari Sulsel/Sulbar
Pendidikan :
- Sekolah Rakyat, Makale 1949-1955
- SMP Kristen, Makale,1955-1958
- SMA Neg. Rantepao, 1958-1961
- Akademi Angkatan laut, Surabaya, 1961-1965
- Universitas Terbuka, Jakarta, 1994 -1995
- Institut Bisnis Manajemen Jakarta, 1997
Pendidikan Jenjang:
- Pendidikan Lanjutan Perwira, Surabaya, 1968
- Pendidikan Lanjutan Perwira II, Surabaya, 1975
- Kursus Komandan Kapal Perang, Surabaya, 1972
- Fleet Training Group, US Navy, USA, 1974
- Seskoal 1982
Karier:
- Pembina Taruna AAL, 1965-1966
- Perwira Kapal Perang KRI Nuku, 1996-1967
- Perwira Kapal Perang KRI Yos Sudarso, 1967-1972
- Komandan KRI Cakalang, 1973
- Direktur Sekolah Artileri AL, 1976-1978
- Komandan KRI Multatuli, 1982
- Komandan Satgas Buru Ranjau, 1987-1989
- Komandan Satuan Kapal Ranjau Armada RI, 1990
- Direktur Pendidikan Akademi TNI AL, 1992
- Inspektur Armada Timur, 1993
- Inspektur Pembinaan Sumber Daya, Inspektorat Jenderal TNI AL /Anggota Dewan Penyantun Universitas Hang Tuah,Surabaya, 1995-1997
Penghargaan:
1. Satya Lencana Penegak, 1980
2. Satya Lencana Widya Sista, 1983
3. Satya Lencana 24 Tahun, 1990
4. Bintang Yalasena Nararia, 1995
Alamat Kantor:
Gedung DPD/MPR RI
Jln. Gatot Subroto no. 6 Senayan, Jakarta
Telp. 021-57897245; 57697232.
Pengabdian Tiada Akhir
Benyamin Bura, Anggota DPD RI dari Provinsi Sulsel/Sulbar. Pria kelahiran Makale, Tana Toraja, 18 September 1942, ini tak mengenal akhir dalam pengabdiannya kepada bangsa dan negara. Mantan Inspektur Pembinaan Sumber Daya, Inspektorat Jenderal TNI A, berpangkat terakhir Laksamana Pertama (Laksma TNI) ini telah mengabdi dari kapal perang hingga gedung DPD Senayan.
Postur fisiknya cukup ideal dan mencerminkan sosok prajurit sejati. Tinggi semampai (172 meter), atletis, padat dan tampak bersih dari timbunan lemak. Tatapan matanya tajam dan selalu fokus pada lawan bicaranya. Nada bicaranya tegas dan lugas. Kalimat-kalimatnya runtut, tapi sangat terukur serta “to the point”. Benyamin Bura anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Prov. Sulsel/Prov. Sulawesi Barat ini memang bukanlah tipe yang humoris. Dalam urusan senyuman pun dia termasuk irit. Disiplin dan kultur militer tampaknya telah membentuk karakternya menjadi pribadi yang serius, berwibawa, dan percaya diri.
Perjuangan keras memang tak bisa dipisahkan dari perjalanan hidup Benyamin Bura, pria kelahiran Makale, Tana Toraja, Prov. Sulsel, 18 September 1942 ini. Bahkan di usianya yang kini 64 tahun dan sudah lama pensiun dari dinas militer (AL), beban ekonomisnya diakuinya masih cukup berat. Ya, anaknya yang paling bungsu masih bergelut untuk menyelesaikan studi di Negeri Belanda, dan ini tentu saja masih membutuhkan kiriman dolar yang tidak sedikit. Tapi dengan keyakinan teguh kepada Yang Mahakuasa, sesuai dengan nilai-nilai Kristiani yang diyakini, lelaki ini tetap tegar menjalani hidup.
“Selalu ada jalan keluar dari setiap masalah,” ujarnya tanpa ragu.
Masa kecilnya memang diwarnai pergulatan hidup yang keras. Sebagai anak pendeta/rokhaniawan dan dengan latar belakang ekonomis yang kurang menguntungkan, Benyamin dipaksa untuk selalu bergegas. Tidak ada ruang dan kesempatan untuk hidup santai, berleha-leha apalagi berhura-hura seperti kebanyakan anak-anak keluarga ekonomi mapan. Semasih anak-anak, membantu orang tua di sawah atau mengembalakan kerbau dan itik menjadi rutinitas kesehariannya di samping urusan sekolah, belajar atau membantu orang tuanya di rumah.
Ia benar-benar asli Anak Toraja. Dilahirkan, besar dan hingga menamatkan SMP di Makale lalu SMA di Rantepao, ibukota kabupaten yang termasuk salah satu andalan wisata Kawasan Timur Indonesia itu.
Tapi, tuntutan masadepan mengharuskannya keluar dari Tana Toraja. Apalagi kalau bukan karena urusan pendidikan. Perguruan tinggi waktu itu cuma ada di Makasar. Selepas SMA, ia pun mendaftar ke Universitas Hasanuddin, Jurusan Teknik Perkapalan. Namun secara bersamaan, ia juga menjajal kemampuan untuk menembus Akademi Angkatan Laut, lembaga pendidikan yang waktu itu masih sangat prestisius di kalangan anak muda.
Akademi Angkatan Laut
Benyamin sempat rada bingung menentukan arah masadepannya. Ia diterima di Unhas. Dasar otaknya cukup encer dan ditunjang oleh jasmani dan rokhani yang sehat, ia juga lulus seleksi ke AAL. Akhirnya, setelah melalui pertimbangan matang, ia pun meninggalkan kegiatan perpeloncoan yang tengah dijalani di Fak Teknik Unhas dan memantapkan pilihannya ke AAL.
Ia mengaku bahwa pilihan ke AAL sangat dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi keluarga. Belum lagi daya tarik dan rasa bangga untuk menjadi taruna AAL. Selain bebas biaya pendidikan, karier dan masadepan pun sudah membayang di depan mata. Sementara kuliah di Unhas, selain butuh jangka waktu lebih lama, biaya yang harus dikeluarkan juga cukup besar. Dengan kondisi ekonomi keluarganya waktu itu, Benyamin bahkan tidak yakin bisa menjadi insinyiur perkapalan seperti yang pernah melintas dalam benaknya.
Jangan-jangan dalam beberapa semester, ia sudah harus drop-out karena tak mampu lagi membayar uang kuliah.
“Saya tidak bisa memperkirakan bakal jadi apa kalau saya terus bertahan di Unhas,” ujarnya mencoba mengingat peristiwa di tahun 60-an itu.
Masuk AAL tahun 1961, tahun 1965 ia dilantik menjadi perwira muda dengan pangkat letnan dua. Sederet jabatan dan posisi pun sudah dilakoninya, tapi sebagian besar di kapal perang. Diawali sebagai pembina taruna AAL (ia masuk kelompok lulusan terbaik di angkatannya), berikutnya adalah perwira di sejumlah kapal perang antaralain KRI Yos Sudarso, Komandan Kapal Perang antaralain KRI Multatuli, Direktur Sekolah Artileri, hingga Direktur Pendidikan Akademi AL dan diakhiri dengan penugasan sebagai Inspektur Pembinaan (Irbin) di Mabes AL.
“Masa dinas aktif saya selama 20 tahun saya habiskan di laut pada berbagai jabatan sampai dengan komandan kapal perang, “ katanya mengenang.
Namun pengalaman yang paling berkesan baginya adalah saat bertugas sebagai komandan KRI Multaltuli. Kapal ini merupakan “kapal komando” bagi seluruh kapal di jajaran Angkatan Laut yang bergabung dalam Eskader Nusantara. Sebagai kapal markas, posisinya pun sangat dinamis karena harus menjelajahi seluruh kawan Nusantara, Timur maupun Barat.
Serangkaian pendidikan yang pernah diikuti selama berdinas di AL antaralain Pendidikan Lanjutan Perwira (1968), Pendidikan Lanjutan Perwira II (1975), Kursus Komandan Kapal Perang (1972), dan Fleet Training Group (1974) sampai dengan Sesko TNI AL.
Suami Yuli Parantean ini juga sarat dengan sejumlah penugasan antaralain menjadi Pembina Taruna AAL (1965-1966), Perwira di Kapal Perang NKRI Yos Sudarso (1967-1972), Komandan Kapal Perang KRI Multatuli (1973), Direktur Sekolah Artileri (1976-1978) dan Direktur Pendidikan Akademi AL, Irbin di Mabes TNI AL (1995-1997). Antara tahun 1987 - 1989 saat berpangkat Letkol Benyamin mendapat tugas khusus ke Negeri Belanda. Yakni mengawasi pembuatan KRI Pulau Rengat dan KRI Pulau Rupat.
Kedua kapal pemburu ranjau ini merupakan pesanan AL untuk memperkuat armada RI. Salah satu stafnya ketika di Negeri Belanda yakni Freddy Numberi yang kini menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.
Benyamin Bura pensiun dari dinas militer tahun 1998 dengan jabatan terakhir sebagai Inspektur Pembinaan TNI – AL. Ia sangat bersyukur karena telah menjalani dinas selama 32 tahun tanpa cacat, sejak dilantik menjadi perwira muda tahun 1966. Kebanggaannya sebagai perajurit semakin lengkap karena dari angkatannya yang berjumlah 180 orang itu, ia tercatat sebagai salah satu dari 23 yang berhasil masuk ke jajaran “bintang” atau kelompok perwira tinggi. Dengan pangkat terakhir Laksamana Pertama (Laksma TNI), ia berhak mengikuti upacara kehormatan pelepasan perwira di Surabaya (AAL). Momen seperti ini menjadi dambaaan sekaligus kehormatan tersendiri bagi setiap perwira, ujarnya.
Haus Ilmu
Pensiun dari dinas militer bukan berarti masapengabdian sudah selesai. Bagi Benyamin, ini justru semacam pintu gerbang untuk memasuki dunia baru. Sekedar perpindahan ladang pengabdian dari dunia militer ke dunia sipil. Lagipula jauh-jauh hari, ia telah mempersiapkan diri dengan kuliah di Universitas Terbuka. Tahun 1995 ia berhasil merampungkan kuliah S-1-nya dan berhak menyandang gelar sarjana ilmu politik.
Meraih gelar sarjana politik ternyata belum belum menyurutkan semangatnya untuk menimba ilmu. Tahun 1987, Benyamin mengambil program Magister Manajemen di Institut Bisnis Manajemen Jakarta. Kuliahnya sebenarnya sudah selesai tahun 1998 namun ia baru bisa divisuda tahun 2002. Soalnya, selain kuliah, waktu itu dia juga disibukkan berbagai kegiatan antaralain sebagai komisaris di PT Admiral Lines. Tapi ia tetap bersyukur karena akhirnya bisa merampungkan studinya yang kedua ini. Kini, selain pangkat kemiliteran, ia juga berhak menyandang dua gelar kesarjanaan yang merupakan simbol prestise masyarakat sipil.
Benyamin mengakui bahwa selain dalam rangka berkiprah di dunia sipil, dengan kesungguhan belajarnya ini ia sekaligus menanamkan kepada anak-anaknya bahwa tidak ada istilah berhenti untuk belajar (Learn is never ending). Bukan dengan dengan cara teriak-teriak, tapi dengan memberikan contoh konkrit, ujarnya.
Untuk urusan pendidikan, sampai titik darah penghabisan pun harus ditempuh, begitu prinsipnya tentang pentingnya pendidikan dalam rangka pembentukan generasi penerus yang berkualitas.
Ternyata, prinsip tersebut diamini oleh ketiga anak-anaknya. Anak pertamanya, perempuan, Jory Firdaus Bura sempat memasuki perguruan tinggi walau hanya sampai tingkat akademi. Anak keduanya, Romie Oktavianus Bura telah meraih gelar doktor (S-3) aeronetika dari Southampton University, Inggeris dan kini mengajar di ITB. Sementara si bungsu, Erik Elisar Bura tengah menyelesaikan program S-2-nya di Erasmus Universiteit, Negeri Belanda, yang alumninya antaralain Radius Prawiro dan Kwik Kian Gie itu.
Benyamin memiliki pengalaman mengharukan di seputar pendidikan anaknya ini. Ketika itu, Agustus 1997, kedua anaknya sudah berada di Inggeris dan Negeri Belanda. Keduanya tengah mempersiapkan diri untuk memilih tempat studi. Namun tahun 1998, krisis tiba-tiba saja menerjang perekonomian Indonesia dengan salah satu dampaknya yakni merosotnya nilai Rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dolar AS dan Foundsterling. Anaknya yang di Inggeris, sudah pasrah dan bersiap untuk kembali ke tanah air. Ia sadar bahwa orang tuanya yang hanya pensiunan TNI (Benyamin pensiun terhitung 18 September 1997) tidak bakal mampu menyiapkan 4000 poundsterling (sekitar Rp 100 juta) untuk kebutuhan kuliah tahun pertama.
Benyamin Bura pun sangat terpukul. Tapi ia bersama keluarga tidak lantas putus asa danmenyerah. Mereka pun memanjatkan doa kepada Tuhan. Setelah berdoa, ia lalu menelpon anaknya. dan mengatakan sangat memahami kegalauan anaknya itu. Namun sebelum pulang ke Tanah Air, atas rekomendasi Fanny Habibie (waktu itu menjabat sebagai Dubes RI), anaknya disarankan menghadap salah satu direktur di British Aerospace, Inggeris.
Akhirnya, berkat bantuan Fanny Habibie, anak Benyamin berhasil mendapatkan bea siswa dari British Aerospace (semacam NASA-nya AS). Dasar anaknya berotak encer. Bukan hanya program S-1, anak keduanya ini bahkan mendapat kesempatan meneruskan studi ke jenjang S-3. Akhirnya, anak keduanya berhasil meraih gelar doktor atas dukungan penuh dari British Aerospace dan kini telah bekerja sebagai dosen di ITB.
Jadi kalau kita memohon kepada-Nya, Tuhan pasti membukakan jalan, ujar Benyamin bersaksi. “Krisis moneter waktu itu, justru jadi semacam blessing in disguise bagi saya. Benar-benar invisible hands”, ujarnya mantap.
Pengembangan Teluk Bone
Ketika ditanya, mengapa memilih DPD, bukan anggota Parpol lalu menjadi anggota DPR, ia berterus terang bahwa posisi DPD sangat sesuai dengan panggilan jiwanya. Soalnya DPD itu non-partisan, non-partai, dan non-golongan. Ia merasa DPD lebih “nyambung” dengan wawasan kebangsaan dan semangat nasionalisme yang telah terpatri dalam jiwanya, sebagai hasil penggemblengan selama berdinas di AL.
Tapi dalam meraih kursi DPD tersebut ia mengaku harus melalui prosesyang cukup dramatis. Saat perhitungan suara, dari 43 calon anggota DPD Sulsel yang ikut bertarung waktu itu, ia persis berada di urutan keempat. Dengan demikian, ia lolos ke Senayan (untuk DPD, tiap propinsi hanya mendapat jatah 4 kursi). Padahal, ia mengakui kemampuannya serba terbatas, khususnya dalam urusan dana (political cost).
Sementara sudah menjadi rahasia umum bahwa pentas politik termasuk kegiatan yang “haus duit”. Siapapun yang terjun ke bidang ini harus siap menguras kantong, sementara hasil akhir entah itu jabatan bupati, walikota, gubernur, anggota DPR atau Anggota DPD, masih di awang-awang.
Tapi Benyamin, dengan segala keterbatasan yang ada padanya, tapi dengan strategi yang jitu, akhirnya bisa meraih satu kursi DPD. Ia pun mensyukuri ini sebagai berkat dari Tuhan.
Tentang dunia barunya sebagai anggota DPD, Benyamin mengaku tidak begitu sulit beradaftasi. Soalnya, sewaktu di dinas kemiliteran pun, mereka telah dibekali dengan sejumlah kemampuan. Dengan demikian, mereka tidak canggung lagi untuk menjadi pemimpin (leader), manajer/administrator atau sebagai pembina. Belum lagi lmu politik dan ilmu manajemen yang diperoleh dari perkuliahan, sangat mendukung pelaksanaan tugasnya sebagai anggota DPD.
Kunci sukses dalam hidup adalah kesiapan dan kesempatan, ujar Benyamin. Peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan formal maupun nonformal merupakan bagian dari upaya peningkatan kesiapan itu, katanya.
Tentang DPD itu sendiri, ayah tiga anak ini mengakui bahwa wewenang lembaga ini dalam melaksanakan fungsi legislasinya relatif terbatas. Karena apapun yang dihasilkan, baik rancangan UU, pertimbangan, masukan, dsb tetap bermuara ke DPR. Artinya, produk-produk dari DPD tidak bersifat final dan mengikat.
Namun demikian, Benyamin Bura melihat masih banyak yang bisa dilakukan oleh anggota DPD. Antaralain dengan aktif mendorong dan menyuarakan percepatan pembangunan daerah. Meningkatnya anggaran DAU dari 25 menjadi 26 persen dari penerimanaan negara mulai RAPBN 2007 nanti merupakan contoh konkrit hasil perjuangan DPD, katanya.
Sebagai wakil dari Provinsi Sulsel/Prov. Sulawesi Barat), Benyamin memiliki komitmen kuat untuk membantu percepatan pembangunan daerah ini. Salah satu gagasannya yang cukup gencar dipromosikan yakni pengembangan kawasan Teluk Bone menjadi kawasan maritim yang bernilai strategis-ekonomis, lestari dan berkelanjutan. Menurutnya, kawasan yang mencakup wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan melibatkan tak kurang dari 12 kabupaten itu harus ditangani secara terpadu. Soalnya, penduduk kawasan teluk sempit ini relatif padat, khususnya di sepanjang pesisir pantai.
Kalau penduduk tidak dibina, maka mereka akan memenuhi kebutuhan hidup dengan cara merusak lingkungan. Misalnya dengan melakukan pembalakan liar di areal hutan yang seharusnya berfungsi sebagai kawasan konservasi atau gudang penyimpanan air. Atau jika nelayan, mereka mencari ikan dengan cara pengeboman yang sangat merusak lingkungan hidup atau membabat hutan bakau di pesisir pantai.
Kapal ikan yang beroperasi di kawasan Teluk Bone harus dibatasi. Kapal bertonase di atas 30 gross ton harus dilarang masuk, sehingga tidak mematikan nelayan kecil. Pemda, LSM, badan usaha besar seperti PT aneka Tambang dan PT Inco harus bersinerji untuk mewujudkan kawasan tersebut menjadi daerah yang makmur dan berkembang, tapi tetap mengedepankan kelestarian lingkungan strategisnya, katanya.
Guna mewujudkan obsesinya itu, Benyamin aktif mempromosikan idenya ini kepada berbagai instansi dan pejabat terkait termasuk kepada para investor. Mendagri, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menristek, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal sampai Menteri Olah Raga sudah diyakinkan akan pentingnya keterpaduan pembangunan dan pengembangan kawasan Teluk Bone.
Sumber : tokoh-indonesia
Biografi Drs H Serta Ginting
Drs HN Serta Ginting |
Nama : Drs HN Serta Ginting
Lahir : Desa Munte, Tanah Karo, Sumut, 28 Maret 1947
Agama : Islam
Jabatan :
- Anggota DPR (Komisi IX)
- Anggota Panitia Anggaran DPR
Isteri : Hj. Zainar Harahap, BSc.
Anak :
- Drs Iman Swadiri Ginting
- Irma Julita Ginting
- Indra Batara Ginting
- Sri Ayona Ginting, SE
- Akp. Ramon Zamora Ginting
Pendidikan:
- SR Tanah Karo
- SMP Negeri Tanah Karo
- SMEA Negeri Rantauprapat
- Sarjana Ekonomi (S1) Universitas Amir Hamzah Medan
Karier:
- Karyawan PTP Nusantara III Medan, 1969 - 1999
- Anggota DPRD Tkt II Kab. Labuhan Batu (1971-1987)
- Anggota DPRD Tkt I Prov. Sumatra Utara (1997-1999)
- Wakil Ketua DPRD Tkt I Prov. Sumatera Utara (1999-2004)
Anggota Partai:
Partai Golongan Karya
Daerah Pemilihan Sumatera Utara I (Medan, Tebing Tinggi, Kab. Deli Serdang, Kab, Serdang Bedagai)
Pengalaman Perjuangan:
- Ketua Periodik Komando Aksi Pemuda Pengganyangan G 30 S PKI
Pengalaman Organisasi:
- Ketua KNPI Kab. Labuhan Batu (1973-1979)
- Ketua DEPICAB SOKSI Labuhan Batu (1997-1987)
- Wakil Ketua KNPI Provinsi Sumatera Utara (1979-1982)
- Wakil Ketua DPD Golkar Labuhan Batu (1977-1987)
- Ketua KONI Kab. Labuhan Batu (1979-1984)
- Wakil Ketua DPD Partai Golkar Prov. Sumatera Utara (2002-2006)
- Ketua Pembina Pemuda Panca Marga Prov. Sumatera Utara
- Ketua DEPIDAR SOKSI Prov.Sumatera Utara (2002-2006)
- Ketua DEPINAS SOKSI (2005-sekarang)
- Ketua AMPG (Angkatan Muda Partai Golkar) Prov. Sumut (2002-2004)
- Anggota Departemen Pendidikan dan Ristek, DPP Partai Golkar
Penghargaaan:
- Piagam penghargaan dari Veteran RI
- Piagam Perjuangan dari Forum Exponen 66, Sumatera Utara
- Penghargaan masa kerja 25 tahun dari PTP Nusantara III
- Penghargaan masa kerja 30 tahun dari PTP Nusantara III
Seminar/Pelatihan:
- Diskusi Publik tentang “Demokratisasi & Globalisasi Pendidikan Nasional” yang diselenggarakan oleh DPP Partai Golkar, 17 April 2006 (sertifikat)
- Seminar Nasional “Penataan Sistem Agribisnis untuk Meningkatkan Pendapatan Nasional”, Fak. Ekonomi dan Fakultas Pertanian Univ. Amir Hamzah Medan, Medan, 28 Agustus 2004 (sertifikat)
- Seminar Sehari “Pengentasan Kemiskinan Daerah Tertinggal di Sumatera Utara”, Medan, 18 Nopember 1993
- Seminar Nasional “Penataan Sistem Agribisnis untuk Meningkatkan Pendapatan Nasional”, Fak. Ekonomi dan Fakultas Pertanian Univ. Amir Hamzah Medan, Medan, 28 Agustus 2004 (sertifikat)
- Seminar Sehari “Pengentasan Kemiskinan Daerah Tertinggal di Sumatera Utara”, Medan, 18 Nopember 1993
- Seminar Sehari “Menciptakan Peluang Kerja Melalui Proyek Mandiri Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Generasi Muda Islam Karo, Medan, 27 Oktober 2001
- Pekan Orientasi (up-grading) anggota DPRD Tk II dari Golkar ABRI dan Non ABRI Sumatera Utara oleh Staf Kekaryaan Daerah-B (Skarda –B) 13 s/d 23 Desember 1971 (sertifikat)
- Pelatihan PMT/GKM Tingkat Fasilitator PT Perkebunan III, Kanwil Depnaker Prov. Sumut, Medan, 26 April s/d 1 Mei 1993 (sertifikat)
- Pelatihan Instruktur Perkaderan Partai Golkar, Jakarta, 11 -12 Juli 2005 (sertifikat)
- Perkemahan Antar Satuan Karya Tingkat Nasional, 1 s/d 10 Juli, dalam rangka Pra Comdeca, The 1st World Community Development Camp 1993 di Lebakharjo, Malang tahun 1993 (sertifikat)
- Appresiasi Kehumasan PT Perkebunan, Jakarta 27-28 September ; Bandung 29 – 30 September 1993 (sertifikat)
- Diklat Juru Kampanye Daerah Tkt I Golongan Karya Sumatera Utara, Medan 2 Maret 1997 (sertifikat)
Penghargaaan:
- Piagam penghargaan dari Veteran RI
- Piagam Perjuangan dari Forum Exponen 66, Sumatera Utara
- Penghargaan masa kerja 25 tahun dari PTP Nusantara III
- Penghargaan masa kerja 30 tahun dari PTP Nusantara III
Hobi/Olah Raga:
- Tenis Lapangan
- OR Beladiri Tangan Kosong (TAKO)
Vokal, Namun Hargai Orang Lain
Dia anggota DPR yang tergolong vokal. Kritiknya terkadang sangat tajam, menyengat, sehingga memerahkan kuping para menteri dan pejabat yang menjadi mitra kerja Komisi IX DPR RI (Kependudukan, Kesehatan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi). Tapi seperti diakuinya, semua itu dilakukan dengan tulus.
Semata-mata dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan pelaksanaan pembangunan. Sama sekali tidak ada niatnya untuk menjelek-jelekkan apalagi untuk menjatuhkan nama baik seseorang.
Saya hanya mengkritik kebijakan, bukan menyerang pribadi atau individu,” tandas Drs H Serta Ginting dengan gaya Medannya yang khas, saat diwawancarai Tokoh Indonesia di Gedung DPR beberapa waktu lalu.
Serta Ginting, mantan Ketua Federasi Serikat Pekerja Perkebunan (SP-BUN), ini mengakui bahwa sikap kritisnya itu sudah merupakan pembawaan lahir. Kapan pun dan di mana pun, terlebih dalam kapasitasnya sebagai wakil rakyat, sikap kritisnya akan muncul secara spontan. Anggota DPR dari daerah Pemilihan Sumut I (Kota Medan, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai) ini akan gerah setiap kali melihat sesuatu yang menurutnya kurang tepat. Terutama yang menyangkut program pembangunan, kebijakan, atau implementasinya di lapangan.
Ini misalnya terlihat ketika pemerintah memutuskan untuk menyalurkan paket bantuan kompensasi BBM kepada masyarakat miskin beberapa waktu lalu. Ketidaksetujuannya terhadap program ini langsung diungkapkan lewat pers dengan argumentasi yang cukup meyakinkan.
Menurut Serta Ginting, masyarakat kita pada dasarnya adalah pekerja keras. Karena itu, pemerintah harus menjaga agar etos kerja keras ini jangan sampai rusak akibat kebijakan pemerintah sendiri. Pemberian paket-paket bantuan, terlebih berupa uang, misalnya berupa dana kompensasi BBM justru kontraproduktif dan akan memanjakan masyarakat. Tidak merangsang masyarakat untuk bekerja keras (beretos kerja tinggi).
Ia mengingatkan bahwa dana tersebut diperoleh dari hasil kenaikan harga BBM. Sementara kebijakan ini (pengurangan subsidi/menaikkan harga BBM) telah membangkrutkan banyak perusahaan, sehingga mendorong PHK. Karena itu, Ginting berpendapat bahwa dana yang berjumlah triliunan rupiah tersebut semestinya dimanfaatkan untuk menciptakan lapangan kerja baru. Misalnya, untuk mengembangkan perkebunan sawit dalam skala besar-besaran di daerah-derah. Dengan demikian, selain dimanfaatkan untuk usaha produktif, upaya ini sekaligus menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang signifikan.
Demikian pula ketika Serta Ginting mengkritisi prosedur pengiriman tenaga kerja ke luar negeri yang menurutnya masih berbelit-belit. Ia mengecam penanganan sejumlah kasus tenaga kerja yang masih sangat lamban. Termasuk ribut-ribut di seputar draft amandemen UU Ketenagakerjaan, hasil godokan pemerintah, yang menurutnya sebagai akibat dari kelambanan pemerintah sendiri. Ia bahkan pernah menyebut cara kerja Departemen Kesehatan ala pemadam kebakaran. Fenomena busung lapar beberapa waktu lalu sudah mewabah, tapi dengan mudahnya Menteri Kesehatan mengalokasikan dana untuk pembangunan prasarana dan sarana fisik, tudingnya seperti dikutip oleh pers ibukota beberapa waktu lalu.
Serta Ginting memang tipe manusia yang tegas dan lugas. Ia tidak bisa berindah-indah kata. Apa yang diyakininya kurang tepat, sikap penolakannya terlontar begitu saja.
Namun, terlepas dari sikap kritisnya itu, Serta Ginting tetaplah pribadi yang hangat dan menyenangkan. Mantan wakil ketua DPRD Tk I Sumut itu juga dikenal humoris, humanis, rendah hati, terbuka, merakyat serta jauh dari sikap feodal. Siapa pun teman bicaranya, humor-humor segar akan terlontar secara spontan, menghangatkan suasana. Keterbukaan dan sense of humor-nya itu menjadi salah satu daya tarik Bang Ginting, panggilan akrabnya, di mata orang lain.
Merakyat dan Membumi
Ia selalu ingat akan wejangan sang ayah: Jangan sombong! Dan itu memang dipraktekkannya dalam keseharian. Ia tetap ramah dan bergaul dengan siapa saja, mulai kalangan pejabat hingga rakyat biasa. Bercanda atau menepuk-nepuk bahu sopir waktu ia masih aktif di PT Perkebunan Nusantara III, baginya bukanlah perbuatan tabu. Walau sikap kerakyatan ini ternyata kurang bisa diterima kultur perkebunan yang waktu itu masih sangat feodal.
Ia pernah diperingatkan pimpinannya bahwa sikapnya itu sudah melanggar norma yang berlaku. Ibarat di kemiliteran, dia dinilai sebagai perwira yang tidak mampu menjaga wibawa. Tapi Ginting tidak peduli. Ia tetaplah sosok Ginting yang merakyat dan membumi. Dan pembangkangan terselubung ini harus dia bayar dengan mahal. Kenaikan pangkatnya untuk menjadi staf, selama bertugas di Rantauprapat, sempat tersendat.
“Setelah satu periode keanggotaan saya di DPRD, seharusnya saya sudah bisa jadi staf,” ujarnya mengenang. Hampir saja ia mengundurkan diri. Tapi sekitar tahun 1987, direksi yang baru menyadari bahwa Serta Ginting termasuk tipe yang sangat dibutuhkan perusahaan. Ia pun langsung ditarik ke kantor direksi dan dipercayakan sebagai humas.
Waktu itu, pengembangan perkebunan dengan Pola PIR tengah gencar-gencarnya dilakukan oleh BUMN Perkebunan termasuk oleh PTP III. Serta Ginting menunjukkan kelasnya sebagai jago lobi, khususnya dalam urusan hubungan kelembagaan, koordinasi dengan instansi terkait, masalah pertanahan, dan sebagainya.
Serta Ginting cukup lama bertugas sebagai Humas di perusahaan negara itu sambil merangkap sebagai anggota DPRD. Bahkan pada periode 1999-2004, Ginting menjadi Wakil Ketua DPRD Tkt I Provinsi Sumatera Utara. Di sinilah salah satu keunikan perjalanan karier Serta Ginting. Sebagai karyawan, ia memang tidak apa-apa dibanding anggota direksi. Ibarat di ketentaraan, ia hanyalah seorang perwira berpangkat kapten yang harus berhadapan dengan para jenderal berbintang dua,tiga dan empat. Tapi sebagai anggota dewan, ia memiliki kapasitas untuk memanggil dan meminta keterangan dari direksi. Termasuk saat menjadi anggota DPRD Tkt II Kabupaten Labuhan Batu, di mana sejumlah unit usaha PTP III berada.
Namun, direksi sering kurang bisa memahami kedudukan masing-masing. “Biar pun sudah di gedung DPRD, mereka masih merasa bahwa saya adalah anak buah mereka,” katanya. Namun, ia tetap konsisten dengan posisinya sebagai anggota dewan yang harus membela kepentingan rakyat.
Di DPR, selain angggota Komisi IX, Ginting juga termasuk anggota Panitia Anggaran DPR. Panitia yang tugas utamanya mencermati dan mengkritisi angka-angka APBN. Merupakan lembaga prestisius dan sering dikonotasikan sebagai tempat basah.
Tapi Ginting, alumnus Universitas Amir Hamzah Medan, itu hanya merendah. “Manusia macam saya ikut menghitung-hitung anggaran negara yang berjumlah ratusan triliun rupiah? Merupakan karunia dan sama sekali tak pernah terbayang di benak saya,“ ujarnya. Tentang istilah “basah” yang diarahkan ke panitia ini, ia hanya terkekeh. “Kita wajar-wajar sajalah,” katanya seraya mengingatkan bahwa sebagian besar masyarakat kita tengah dilanda kesusahan.
Pernyataan ini paling tidak meneguhkan prinsipnya untuk tetap berada di jalan yang lurus. Ia begitu mensyukuri apa yang telah diperolehnya selama ini. Sebagai seorang anggota dewan, ayah dari lima anak dan 11 cucu ini secara ekonomis sudah cukup mapan. Semua anak-anaknya (3 putra dan 2 putri) sudah berkeluarga dan mandiri. Dua putranya memilih jadi wiraswasta, sementara putra paling bungsu perwira menjadi polisi (lulusan Akpol), kini bertugas di Bengkulu.
Dengan sukses anak-anaknya itu, plus karier politiknya yang terus berkibar, serta karakternya yang periang, tidak mengherankan Bang Ginting tampak 10 tahun lebih muda dari usianya yang sebenarnya, sudah 60 tahun.
Betul-Betul dari Bawah
Ginting mungkin sudah ditakdirkan untuk menghabiskan sebagian besar usia produktifnya menjadi wakil rakyat. Masa pengabdiannya di bidang ini sejak anggota DPRD Kabupaten Labuhan Batu hingga anggota DPR, sudah sekitar 22 tahun. Ia benar-benar menapak karier dari bawah. Karena seperti diakuinya sendiri, dia tak memiliki siapa-siapa, misalnya keluarga, yang bisa mengatrol atau mengarahkan perjalanan kariernya.
Tanah kelahirannya, Desa Munte, sebuah desa yang waktu itu dijadikan sebagai tempat pengungsian penduduk, terkait dengan revolusi fisik di negeri ini. Desa itu sangat terpencil, sekitar 50 kilometer dari Kabanjahe, ibukota Kabupaten Tanah Karo, Provinsi Sumatera Utara. Desa itu tak ada lagi di peta bumi karena memang sudah dihapuskan. Kalau Kecamatan Munte masih ada sampai sekarang.
Kariernya benar-benar dimulai dari nol. Ayahnya hanyalah seorang kepala Sekolah Rakyat dan ibunya jadi pedagang kue di kampungnya. Pada masa kanak-kanaknya, di tahun 50-an, Ginting kecil lebih banyak bermain-main, cenderung santai. Maklum, selain orang tuanya kepala SR (jabatan yang cukup disegani waktu itu), ia juga merupakan paling bungsu dari enam bersaudara.
Namun, sifat kepemimpinannya waktu itu mulai terlihat. Dialah yang selalu jadi pemimpin di antara kawan-kawannya. Tempat bertanya, ke mana mereka akan bermain.
Sebagai bungsu, di tengah keluarga ia seorang anak yang dimanjakan. Tapi kemanjaan itu hanya terlihat pada masa kanak-kanak. Mendekati masa remaja, Serta Ginting berubah total. Selepas SMP di Kabanjahe, ia sudah mencoba merantau ke luar daerah. Penyebabnya, seperti diakuinya sendiri, setelah berkelahi dengan anak-anak di kampungnya. Untuk menghindari perkelahian yang lebih parah, ia memilih minggat untuk sementara, setelah itu kembali lagi ke kampung. Tapi perantauan di usia yang masih sangat muda itu justru mengasikkannya.
Pertama kali ia ke Prapat dan sempat mencoba-coba jadi kenek bus. Setelah itu ke Rantauprapat. Sejarah kehidupannya mencatat bahwa justru di kota inilah bintangnya bersinar dan mengantarkannya menjadi pahlawan keluarga.
Menjelang meletusnya G-30-S/PKI, ia mencoba mewujudkan cita-cita yang lama terpendam: menjadi tentara. Peluangnya untuk diterima waktu itu, cukup besar. Mereka sudah memasuki tahap ujian akhir di Pematang Siantar. “Kepala saya sudah dibotaki,” kenangnya.
Tapi tiba-tiba pemberontakan G-30-S/PKI meletus. Proses penyaringan masuk tentara dibatalkan. Mereka dipulangkan ke daerah masing-masing. Panggilan untuk mengikuti seleksi masuk ke tentara masih ia terima beberapa tahun kemudian. Tapi tak mungkin lagi bisa dipenuhi karena Serta Ginting sudah berkeluarga. Padahal, umurnya waktu itu baru sekitar 22 tahun.
Selanjutnya, ia berkecimpung di dunia keras. Ia menjadi jagoan terminal bis, dan bioskop yang ada di Rantauprapat. Ia termasuk yang sangat disegani. Pihak perkebunan, PTP III pun merekrutnya menjadi karyawan dengan tugas utama sebagai centeng untuk mengamankan kebun dari para pencuri TBS (Tandan Buah Segar) dan karet.
Pada masa itu, Serta Ginting juga aktif di berbagai organisasi kepemudaan. Ketika KNPI terbentuk tahun 60-an, untuk Sumut, pembentukan cabang pertama justru di Kabupaten Labuhan Batu, dengan Serta Ginting sebagai ketuanya. Semula ia sempat ditantang tokoh pemuda setempat. Alasan mereka karena Ginting bukan putra asli daerah tapi kok tiba-tiba jadi ketua. Tapi akhirnya penolakan itu bisa diredam setelah Ginting menunjukkan kemampuan dalam berorganisasi.
Ketika meletus pemberontakan G-30-S/PKI, ia terpilih menjadi salah satu Ketua Periodik Komando Aksi Pemuda Pengganyangan G-30-S/PKI untuk Kabupaten Labuhan Batu.
Sebelumnya, Ginting pun sudah aktif dalam pendirian dan organisasi SOKSI tahun 1964 dan kemudian Sekber Golkar Kabupaten Labuhan Batu. Karena aktivitasnya di organisasi dan ketokohannya di dunia organisasi pemuda tersebut, ia terpilih menjadi anggota DPRD. Selama 16 tahun, 1971 – 1987, atau 3 periode, ia menjadi anggota DPRD Tk II Kabupaten Labuhan Batu, merangkap sebagai karyawan PTP III. Suatu prestasi yang luar biasa waktu itu. “Sangat jarang pemuda yang bisa menjadi anggota sampai tiga periode,” ujar Ginting mengenang.
Tahun 1987, masih merangkap sebagai anggota DPRD Kabupaten Labuhan Batu, Serta Ginting ditarik ke kantor direksi PTP III di Medan. Namun Kabupaten ini sudah begitu melekat di hatinya karena sebagian besar perjalanan hidupnya dihabiskan di daerah perkebunan itu.
Demikian juga sebaliknya, masyarakat Kabupaten Labuhan Batu menganggap Ginting sebagai putra asli daerah. Ini misalnya terlihat saat pengajuan nama calon untuk anggota DPRD Tk I Sumatera Utara, sekitar 1997. Ginting didaulat mewakili daerah ini dan langsung ditempatkan di urutan nomor satu. Calon lain berpangkat kolonel justru menduduki urutan nomor dua.
SOKSI dan Golkar
Di kantor direksi, Serta Ginting dipercayakan menangani kehumasan. Ia merasa sangat cocok dengan tugas ini. Alasannya, naluri organisasi dan politiknya tetap bisa tersalurkan. Ini membuka kesempatan luas baginya untuk bergaul dengan berbagai kalangan mulai dari wartawan, pejabat, tokoh masyarakat, hingga petani/pekebun dan sebagainya. Kegiatannya dalam berorganisasi, khususnya di SOKSI dan Golkar juga bisa berjalan secara simultan. Tak mengherankan, ketika masih menjabat humas perusahaan, ruang kerjanya tak pernah sepi dari kunjungan tamu dari berbagai latar belakang, khususnya dari kalangan ormas politik dan organisasi kepemudaan.
Sejumlah jabatan dalam beberapa organisasi politik telah dijalaninya antara lain sebagai Wakil Ketua KNPI, wakil ketua DPD Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara, Ketua Depidar SOKSI Sumatera, Ketua Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Seluruh Indonesia (1999 – 2004) dan Ketua Depinas SOKSI (Bidang Ketenagakerjaan) sampai sekarang.
Sementara di lembaga legislatif, selain anggota Komisi IX DPR dan anggota Panitia Anggaran DPR, Ginting juga termasuk Anggota Grup Kerjasama Bilateral DPR-RI dengan Parlemen Belgia, anggota Pansus RUU tentang PERPU No. 1 Thn 2005, Anggota Pansus RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) dan anggota Pansus RUU tentang Narkotika (lihat Biodata)
Dalam kancah politik, pertarungan alias rivalitas memang sering mendebarkan. Tapi menurut Ginting, semuanya harus diterima dengan dada lapang dan jiwa besar. “Menerima kekalahan dengan sportif justru menunjukkan kelas kita sebagai politisi,” ujarnya. Ini misalnya dibuktikan saat ia maju memperebutkan posisi kursi Ketua DPRD Tkt I Sumatera Utara 2001 lalu.
Waktu itu kekalahannya cukup dramatis. Ia hanya tertinggal satu suara dari calon PDIP yang kemudian terpilih menjadi ketua. Serta Ginting meraih 40 suara sementara saingannya 41 suara. Namun demikian, ia tetap berjiwa besar sekaligus memberikan contoh kedewasaan dalam berpolitik dengan tetap menghargai hasil pemilihan yang sangat demokratis itu. Ia juga menunjukkan kematangan politiknya dengan tetap menjalin kekompakan dan kerjasama yang baik bersama seluruh unsur pimpinan DPRD Tkt I selama periode 1999 -2004.
Sikap yang sama juga, ia tampilkan tatkala gagal dalam perebutan kursi Wakil Gubernur Sumut untuk periode 2003-2008. Waktu itu, Ginting berpasangan dengan mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut. Namun, pasangannya kalah oleh duet Rizal Nurdin-Rudolf Pardede.
Tapi, sebagai politikus yang sudah matang, ia tetap tegar menerima kekalahan dan tetap menghargai keputusan masyarakat Sumut. Sebagai wakil ketua DPRD Tkt I Sumut kala itu, ia tetap menjalin hubungan yang baik dengan gubernur terpilih.
Kemudian, selesai masa bakti DPRD Tk I Sumatera Utara sekitar awal 2004, ia pun didaulat oleh sejumlah kader Golkar Sumut untuk bertarung memperebutkan salah satu kursi di Senayan. Akhirnya, ia memang terpilih dan menjadi salah satu dari 6 utusan Partai Golkar Sumut. Ia mewakili daerah pemilihan (Dapil) Kota Medan, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai.
Namun dengan merendah, ia mengakui bahwa keberhasilannya ke Senayan juga berkat peran dan jasa Drs H Wahab Dalimunthe. Dalimunthe selaku Ketua DPD Golkar Sumut memilih berkiprah sebagai Ketua DPRD Tkt I Provinsi Sumut. Ia pun mendukung agar Serta Ginting lolos menjadi “Orang Senayan”.
Sukses dalam karier politik, diakuinya berkat doa seluruh anggota keluarga dan sahabat-sahabatnya. Dari 6 orang bersaudara, hanya Ginting yang berkiprah di bidang politik sekaligus mengangkat nama keluarga. Pesan ayahnya yang tetap diingat sampai sekarang yakni: dalam perantauan, carilah dulu ayah angkat, jangan pernah sombong dan jangan melawan tentara. Urusan apa dengan tentara? Ternyata, sebelum menekuni profesi sebagai guru, kepala SR, ayah Bang Ginting, ini pernah juga menjadi anggota militer dengan pangkat terakhir sersan. Karena pesan itu juga barangkali, ia mengaku risih menghadapi pasangan Rizal Nurdin-Rudolf Pardede dalam perebutan kursi gubernur dan wakil gubernur Sumut beberapa waktu lalu.
Seperti diakui sendiri, Serta Ginting memang tidak pernah berkelahi dengan tentara. Justru sebaliknya yang terjadi, dia banyak memiliki sahabat dari kalangan militer, baik saat bertugas di Labuhan Batu, hingga sekarang. Setelah menjadi orang Jakarta pun, yang menjadi sentrum kekuasaan dan politik republik tercinta ini, sebagian besar dari sahabat-sahabatnya berasal dari kalangan militer.
Seni Berpolitik
Peluang untuk menggapai puncak karier, terlebih di bidang politik, tidaklah mudah. Seperti yang lain, Serta Ginting pun telah melalui persaingan yang ketat dan jalan berliku. Intrik, jegal-menjegal merupakan hal lumrah dalam dunia politik. Artinya, tanpa kharisma yang menonjol, seseorang akan mudah terpental.
Tapi di sinilah kelebihan Bang Ginting. Dengan sense of humor, keramah-tamahannya, serta humanisnya, ia mampu merangkul kawan dan lawan sekaligus. Inilah hakekat seni berpolitik dan Bang Ginting termasuk seniman di bidang itu.
Sebagai pribadi yang rendah hati, terkadang Serta Ginting melihat perjalanan hidupnya ibarat mimpi. Ia menggapai posisinya sekarang dengan memulainya dari nol. Keluarga memang tidak ada yang bisa diharapkan. Salah satu abangnya hanya pernah jadi kepala desa. “Ia menjabat sampai 26 tahun, sampai-sampai dia bosan sendiri,” ujar Ginting tersenyum.
Perjalanan hidup, suratan tangan memang terkadang sangat misterius. Dan inilah yang dilakoni Serta Ginting. Walau merupakan anak paling bungsu, justru dialah yang menjadi bintang dan pengangkat citra keluarganya.
Sumber : tokoh-indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)