Cari Blog Ini

Senin, 27 Juni 2011

Biografi Nuzran Joher

Nuzran Joher

Nama : Nuzran Joher, S.Ag
Lahir          : Rawang, Kerinci, 28 Oktober 1973
Agama : Islam
Pekerjaan   : Anggota DPD dari Jambi
Istri    : Nurhasanah, M.Ag (lahir di Bangkinang 17 Agustus 1974, menikah 2001)
Ayah : Joher Khatib
Ibu    : Yushida Burhan
Keluarga    : Anak ke-4 dari 6 bersaudara

Anak :
1. Arvad Hamal Siraj, laki-laki, lahir Bangkinang 13 Desember 2002

Pendidikan:
-SD No. 16/III Koto Beringin Rawang, Kerinci (1980-1986)
-MTsn Sungai Penuh, Kerinci (1986-1989)
-PGAN Sungai Penuh, Kerinci (1989-1992)
-S-1, IAIN Imam Bonjol, Padang (1992-1998)
-S-2, Institut Ilmu Pemerintahan (IIP), Jakarta (2000-sekarang)

Pendidikan Non Formal:
-Pelatihan Kepemimpinan Tk. Dasar, SMF IAIN Imam Bonjol, Padang (1993)
-Pelatihan Kepemimpinan Tk. Menengah, Rektorat IAIN Imam Bonjol, Padang (1994)
-Pelatihan Kepemimpinan Tk. Nasional, Departemen Agama RI, Jakarta (1997)
-Short Course Hukum, Fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol Padang, Padang (1997)
-Mapaba, PMII Cabang Padang, Padang (1992)
-Latihan Kader I HMI, HMI Komisariat Syariah, Padang (1993)
-Latihan Kader II HMI, HMI Cabang Purwakarta, Purwakarta (1996)

Organisasi/Pekerjaan:
-Sekretaris Umum, Karang Taruna Panca Kelana Maliki Air (1990-1991)
-Wakil Ketua, OSIS MTsn Sungai Penuh (1988-1989)
-Ketua Umum, OSIS PGAN Sungai Penuh (1990-1991)
-Sekretaris Umum, Senat Mahasiswa Jurusan IAIN Padang (1994-1995)
-Sekretaris Umum, Senat Mahasiwa Fakultas Syariah IAIN Padang (1995-1996)
-Ketua Umum, Senat Mahasiswa IAIN Padang (SMPT) (1997-1998)
-Ketua Umum, HMI Cabang Sungai Penuh, Kerinci (1999-2000)
-Anggota Departemen PAO, PB HMI (2000-2002)
-Ketua Komunikasi Umat, PB HMI (2002-2004)
-Sekretaris Jenderal, PB HMI (2002-2004)
-Staf Ahli, Masyarakat Perhutanan Indonesia Reformasi (MPI-R) Jakarta (2003)
-Tim Teknis, Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP3) Diknas RI Jakarta (2003)
-Wakil Sekretaris, Badan Investasi Sumber Daya Manusia (Bina SDM) Jambi (2003-sekarang)
-Sekretaris, Yayasan Pendidikan Al-Quran Al-azizi (YPAZI), Jakarta (2001-2003)

Visi:
SEGAR (Sehat, Ekonomis, Gagasan Aktual dan Reaslistik)-kan propinsi Jambi-Indonesia menuju kemandirian, unggul dan demokratis menuju masyarakat berkeadilan dan sejahtera, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, adat istiadat, dan supremasi hukum.

Misi:
1. Turut membangun dan mewujudkan kualitas SDM Jambi-Indonesia yang komperatif dan kompetitif.
2. Mendorong stabilitas politik yang demokratis dem terciptanya cita-cita nasional.
3. Mendorong terciptanya supremasi hukum, terjaminnya keadilan dan kepastian hukum.
4. Turut membangun ekonomi bangsa yang kuat dan pemberdayaan ekonomi rakyat.
5. Terciptanya good governance dari pusat maupun daerah.
 
Senator Muda dari Jambi

Dia anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) berusia muda dari propinsi Jambi. Mantan Sekjen PB HMI 2002-2004 kelahiran Maliki Air Rawang, Kabupaten Kerinci, Jambi 28 Oktober 1973, ini bervisi SEGAR (Sehat, Ekonomis, Gagasan Aktual dan Reaslistik). Dia juga ingin posisi lembaga DPD sama persis dengan senat pada sistem politik bikameral di negara demokrasi maju.

Sistem perwakilan bikameral terdiri dua kamar murni Majelis Rendah dan Majelis Tinggi itu, menurut anak dari seorang ayah petani biasa dan ibu guru agama sekolah dasar akan memberikan penguatan yang memampukan DPD menjalankan fungsi check and balance. DPD juga menjadi mampu bersikap menolak rancangan undang-undang yang diajukan Pemerintah, jika itu sungguh-sungguh memang tak dikehendaki rakyat. DPD janganlah sebatas memberikan pertimbangan, sebagaimana berlaku sekarang yang terkesan ambivalensi lembaga DPD.

Dengan bikameral murni setiap anggota DPD menjadi bangga bisa menyebut diri senator. Lalu, sebagaimana senator Amerika, ayah seorang putra yang tetap aktif membangun komunikasi politik dengan konstituennya di Jambi, ini berkehendak suatu saat jika memungkinkan akan terjun mengukir karir politik baru sebagai eksekutif. Modalnya adalah legitimasi kuat dari 137.018 suara yang diperoleh nya saat Pemilu Legislatif 2004.

Akrab dengan politik
Pria yang memperoleh pengajaran tentang kesabaran, kejujuran, dan kesederhanaan hidup dari ayahnya Joher Khatib, yang sehari-hari aktif turun ke sawah demi menafkahi keluarga, itu menghabiskan masa kecil hingga dewasa di tanah kelahirannya Desa Maliki Air, Kecamatan Hampang Rawang, Kabupaten Kerinci, Jambi.

Ibunya Yushida Burhan selain sebagai ibu rumahtangga biasa, sehari-hari berprofesi pula sebagai guru agama SD. Memiliki ayah dan ibu yang baik, sedari kecil Nuzran Joher sudah terbiasa lebih sering berada di rumah kakek dan pamannya yang jarak rumahnya hanya 500 meter jauhnya.

Dahulu, ketika kecil, sepulang dari sekolah dasar di Koto Beringin Rawang, Nuzran Joher selalu mampir ke rumah kakek seorang kiyai bernama Buya Burhanuddin Khatib (almarhum). Sang kakek sehari-hari hidup berdakwah sebagai da’i. Sederetan dengan rumah sang kakek terdapat pula rumah paman, Buya Zulfran Rahman, MA yang bekerja sebagai dosen sekaligus politisi anggota DPRD Kerinci.

Kakek sering mengajak Nuzran Joher kecil pergi berdakwah ke mana saja, atau oleh sang paman diajak mengikuti kegiatan politik. Walau hanya merupakan tokoh masyarakat lokal kedua figur kakek-paman telah menjadi idola bagi Nuzran Joher kecil, ditambah seorang kakek dari garis keturunan ibu tepatnya paman sang Ibunda, bernama Drs H. Sa’aduddin Alwi seorang politisi dan pejabat pemerintahan terakhir kali menjabat Sekda Kotamadya Solok, Sumatera Barat.

Masa kecil Nuzran Joher sudah sangat akrab dengan lingkungan politik, pendidikan, dan keagamaan yang memang sudah menjadi ciri khas lingkungan tanah kelahirannya. Sikap dan pandangan politik Nuzran Joher sejak kecil sudah terbentuk. Sebab anak keempat dari enam bersaudara ini memilih lebih suka berada berdekatan dengan kakek-paman, hingga tidur di rumah di lingkungan yang sarat kehidupan sosial politik tersebut.

Nuzran jarang tidur serumah dengan ayah, ibu, dan lima saudara kandung yang terdiri tiga kakak perempuan dan dua adik laki-laki. Kemana kakek berdakwah Nuzran selalu dibawa serta. Demikian pula sang paman selalu mengajak Nuzran di setiap aktivitas politik. “Jadi, waktu kecil saya sudah tahu apa itu dewan,” kenang Nuzran.

Desa terisolir
Nuzran hidup di desa terpencil yang sesungguhnya nyaris terisolir. Sebab kampung halamannya berada persis di Taman Nasional Kerinci Sebelas (TNKS), yang jika ditempuh dengan jalan darat butuh waktu 12 jam dari kota Jambi. TNKS yang oleh Pemerintah RI dan badan dunia PBB ditetapkan menjadi kawasan hutan lindung sebagai hutan “paru-paru” dunia yang tak boleh dimasuki, digarap, apalagi diganggu oleh masyarakat sekitar, itu berada di empat kabupaten, salah satunya Kabupaten Kerinci dan kabupaten lain di Jambi dan Sumatera Barat. TNKS sesungguhnya adalah sebuah ironi kehidupan bagi Nuzran dan warga lainnya.

Kendati disebut hutan taman nasional tak boleh digarap sebagai sumber mata pencaharian sehari-hari, namun, illegal logging nyaris terjadi setiap hari yang dapat disaksikan dengan mata telanjang oleh masyarakat sekitar. Ironi ini, untungnya, di tangan politisi bertangan dingin Nuzran Joher mendatangkan inspirasi baru.

Nuzran bersama tiga anggota DPD lain asal propinsi Jambi bertekad bulat berjuang keras menuntut pemerintah pusat dan badan dunia terkait memberikan kompensasi ekonomis terhadap penduduk lokal atas terbatasnya hutan sebagai sumber mata pencaharian. Bahkan, Nuzran sudah bertemu muka dengan Menteri Kehutanan sekaligus mengajaknya melihat langsung kondisi TNKS, di Kerinci 29 Desember 2004.

“Ini, saya sudah ketemu langsung. Pas pelantikan kabinet, saya dengan sudara M. Nasir (anggota DPD termuda asal Jambi-Red) sudah menghadap Pak Menteri untuk melihat secara jelas bagaimana kondisi hutan dan masyarakat di sekelilingnya,” ucap Nuzran dengan mimik serius, menandakan pentingnya penanganan segera TNKS.

Dalam pandangan Nuzran masyarakat harus diberdayakan secara ekonomis untuk melepaskan ketergantungan hidup dari hutan. Harus ada usaha alternatif lain jika penduduk dilarang menggarap hutan. Misalnya pemerintah menghadirkan investor industri kayu manis, atau indutsri lain sehingga banyak tertampung tenaga kerja.

Atau, memberikan pelatihan-pelatihan penanaman bibit tanaman obat sehingga hutan dapat ditanami dengan tanaman obat. Satu bukti konkrit terbatasnya akses ekonomi warga sekitar TNKS, kata Nuzran, TKI Ilegal asal Jambi yang kembali dipulangkan dari Malaysia lebih banyak warga Kerinci.

Demikian pula infrastruktur jalan harus dibangun untuk ‘memecah’ Kerinci yang terisolir. Perjuangan di bidang pendidikan juga tak kalah terhormat untuk disuarakan Nuzran sebab 20 persen penduduk Kerinci masih tergolong masyarakat miskin yang pendidikannya belum kompetitif ke depan. “Kita menuntut juga bagaimana para stake holder yang terkait dalam hal ini untuk juga melihat Jambi supaya bisa bersaing di tingkat lain,” tegas Nuzran.

Tuntutan di bidang pendidikan perlu disuarakan Nuzran, kendati ia mengakui satu dari setiap lima rumah di kampungnya pasti ditemukan anggota keluarga berpendidikan sarjana. Itu, berhasil dicapai dengan perjuangan ekstra keras setiap warga Kerinci dengan berdagang keliling Indonesia. Warga yang keliling itu berkesempatan pulang kampung hanya sekali dalam dua tiga tahun, sebab yang penting tiap bulan bisa mengirim uang penghasilan untuk biaya kuliah anak atau anggota keluarga jutaan rupiah perbulannya.

Sejalan dengan mempercepat akses ekonomi masyarakat Jambi, Nuzran juga gencar memperjuangkan kelanjutan pembangunan dermaga pelabuhan laut yang telah dimulai oleh Pemerintahan Megawati namun mulai mandeg. Nuzran mengakui ada persoalan politis di situ. Mengingat gagasan pendirian dermaga dicetuskan oleh Gubernur Jefri Nurdin, yang dikenal dekat dengan lingkungan Istana ketika itu, sedang mengalami masa transisi pemerintahan bersamaan dengan transisi di tingkat pusat.

Walau desanya terisolir tetap ada keberuntungan lain yang bisa dirasakan Nuzran. Desanya berdekatan langsung dengan wilayah Sumatera Barat sehingga akses pendidikan tetap tersedia. Kerinci, karena kemudahan akses ke Sumatera Barat menjadi terkenal sebagai gudang pendidikan formal dan informal, seperti para ulama yang banyak ditemukan di propinsi Jambi itu berasal dari Kerinci.

Desa yang Nuzran tinggali tergolong maju sebab sudah merupakan pusat kebudayaan, kesenian, dan kegiatan politik tingkat wilayah kecamatan. Lingkungan berpendidikan formal, keagamaan, politik, ditambah idealisasi ketokohan sang kakek dan paman turut mempengaruhi latar belakang terbentuknya pemikiran politik Nuzran Joher sejak belia.

Aktif berorganisasi
Nuzran banyak menghabiskan masa kecil untuk pendidikan formal dan informal. Baik saat menjalani pendidikan dasar (SD No. 16/III Koto Penuh), tsanawiyah (MTsn Sungai Penuh), dan guru agama (PGAN Sungai Penuh), itu ia isi dengan kegiatan berorganisasi di tingkat OSIS dan karang taruna, dan latihan-latihan kepemimpinan serta administrasi di lingkungan KNPI dan Golkar.

Sejumlah kegiatan yang dilakukan organisasi politik Golkar atau KNPI, semisal lomba cerdas cermat tingkat Kabupaten Kerinci hingga propinsi Jambi, rajin ia ikuti sekaligus memberi kesempatan kepada anak desa ini fasiltas mengunjungi Ibukota Propinsi.

Aktivitas berorganisasi Nuzran makin kental setelah memasuki bangku kuliah IAIN Imam Bonjol, Padang. Nuzran memilih pendidikan IAIN sebagai kelanjutan PGAN karena sangat menghargai profesi guru. Guru, dalam pandangan Nuzran selain mengajarkan ilmu pengetahuan juga kepemimpinan dan akhlak yang baik.

”Maka saya mengambil kuliah di IAIN Imam Bonjol di Padang. Disini, saya mengembangkan kemampuan leadership dan kepemimpinan ini,” kata Nuzran, selain aktivis organisasi intra kampus dengan puncak pencapaian terpilih sebagai Presiden SMPT IAIN Imam Bonjol, dan organisasi ekstra kampus HMI terakhir sebagai Sekjen PB HMI 2002-2004.

Sebagai organisatoris tulen semenjak kecil, di kampus Nuzran segera memasuki organisasi kemahasiswaan ekstra kampus PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Di sini Nuzran telah salah pilih. Sebab wilayah Sumatera Barat sangat kental dengan warna Muhammadiyah, ditandai dengan maraknya kehadiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Padahal PMII, itu lebih bercorak keulamaan NU. Maka, enam bulan sampai setahun digeluti kondisi PMII tetap kurang maju bahkan stagnan. Karena sudah kadung antusias berorganisasi Nuzran segera banting setir masuk HMI. Di HMI Nuzran kembali mulai menempa diri membangun karir politik yang lebih dewasa.

Aktivitas Nuzran di organisasi ekstra kampus tergolong sukses. Ia berhasil mencapai puncaknya sebagai Sekjen PB HMI 2002-2004, sejajar dengan keberhasilan di organisasi intra kampus yang juga sangat intens digeluti, khususnya ketika reformasi tengah bergerak dari kampus ke kampus hingga ke tingkat nasional sampai berhasil melahirkan era kepemimpinan baru yang reformis.

Nuzran Joher pertama-tama terpilih sebagai Sekretaris Umum Senat Mahasiswa Jurusan (1994-1995), kemudian Sekretaris Umum Senat Mahasiswa Fakultas Syariah (1995-1996), hingga puncaknya terpilih sebagai Ketua Umum (Presiden) Senat Mahasiswa IAIN (SMPT) Imam Bonjol Padang periode 1997-1998.

Nuzran Joher merasa bangga sebab bersamaan dengan era kepemimpinannya di lingkungan kampus reformasi secara nasional tengah bergulir. Di era itu ia berhasil mengasah kemampuan politik dewasa secara terbuka dengan mengelola gerakan mahasiswa.

Sebagai misal, pada tahun 1997 ia mendirikan posko Pergerakan Mahasiswa Sumatera Barat Reformasi, terletak di lingkungan kampusnya IAIN Imam Bonjol Padang. Pendirian Posko disepakati setelah Nuzran berhasil mengumpulkan lebih 78 perguruan tinggi terdiri universitas, sekolah tinggi, institut, dan akademi yang ada di seluruh Sumatera Barat.

“Waktu itulah saya mengenal banyak teman-teman. Saya sudah mulai berkomunikasi dengan teman-teman di luar Sumatera, sudah sering berkomunikasi tentang isu-isu pergerakan, waktu itu tahun 1997-1998,” kenang Nuzran, yang karena gerakan politik kampusnya itu berkesempatan berinteraksi dengan para aktivis dari kampus lain dari seluruh Indonesia, termasuk kesempatan mengunjungi Ibukota Negara Jakarta untuk pertamakali tahun 1996 yang sudah diidam-idamkan sejak kelas empat SD.

Bangun Jambi
Ketika lulus kuliah tahun 1998, ia menghabiskan waktu enam tahun untuk meraih gelar sarjana agama (S.Ag) sebagai resiko aktivis mahasiswa, Nuzran justru kembali ke Kerinci untuk membangun Jambi. Salah satu misi politiknya adalah mendirikan HMI Cabang Sungai Penuh Kerinci. Ia terpilih memimpinnya untuk pertamakali, periode 1999-2000.

Di tangan Nuzran, cabang baru HMI ini berhasil ‘naik pangkat’ diakui sebagai cabang penuh oleh PB HMI, setelah berhasil melakukan sejumlah kaderisasi dan penggalangan massa. Bahkan, ketika PB HMI menetapkan Jambi sebagai kota pelaksanaan kongres tahun 1999 Nuzran berkesempatan terlibat penuh di kepanitiaan lokal. Di situ Nuzran secara politis memberikan dukungan kepada Fakhrudin yang akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI 1999-2002.

Pilihan Nuzran berbuah manis. Begitu kongres memilih Fakhrudin ia segera ditelepon diajak untuk ikut membantu sebagai fungsionaris PB HMI periode 2000-2002, duduk sebagai Anggota Departemen Pembinaan Aparat Organisasi (PAO) berdomisili di Jakarta. Akhir tahun 1999 mulailah Nuzran menetap di Jakarta, menempati sebuah rumah kost di kawasan Ciputat, tak jauh dari rumah kediamana seorang saudara.

Walau hanya kost Nuzran berhasil mengajak warga sekitar belajar mengaji bersama, memperdalam Al-Quran, dan sebagainya. Jaringan pengajian terus diperluas sehingga di tahun 2001 disepakatilah mendirikan Yayasan Pendidikan Al-Quran Al-zizi (YPAZI). Sebuah langkah sederhana namun mempunyai manfaat ang besar untuk jangka panjang. Yayasan sudah memiliki tanah dan gedung, sendiri milik Yayasan dibantu sejumlah donatur.

Selain mebangun pengajian, Yayasan, aktif sebagai fungsionaris PB HMI, Nuzran tak menyia-nyiakan waktu lainnya untuk menuntut pendidikan tinggi S-2 di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP). Untuk menambah uang saku ia aktif pula mengajar privat dari rumah ke rumah, dengan besaran tarif lumayan sebagai pengajar berpendidikan S-2.

Ia berhasil memperoleh penghasilan yang lumayan jutaan rupiah perbulan. Ia, antara lain mengajarkan tentang Al-Quran, iqro, tauhid, akidah, dan sebagainya kepada para peserta yang terdiri eksekutif perbankan termasuk diantaranya sejumlah direktur bank.

Tidaklah salah jika di tahun 2001 itu, walau belum berpenghasilan menetap ia berani mempersunting Nurhasanah, M.Ag seorang wanita asal Bangkinan Riau yang sedang menempuh pendidikan S-2 di UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta. Nurhasanah akhirnya lebih dahulu memperoleh penghasilan menetap sebagai PNS di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta sekaligus telah memberi Nuzran seorang anak Arrvad Hamal Siraj, lahir di Bangkinang, 13 Desember 2002.

Berbiaya Rp 70 juta
Ihwal pilihan sarjana agama Nuzran berputar 180 derajat pulang ke kampung membangun Jambi dengan mengerahkan segala kemampuan dan pengalaman, itu berbuah manis ketika sistem partai politik Indonesia memperkenalkan lembaga baru DPD.

Nuzran Joher memilih berjuang secara politis lewat lembaga DPD sekaligus menepis tawaran menarik dari partai-partai besar yang lahir di era reformasi. Ia melihat, sebagai calon independen peluang keberhasilan berjuang lewat DPD lebih terbuka. Sebab setiap anggota berkesempatan menentukan semuanya, bisa melakukan apa saja, segala kemampuan lebih leluasa untuk dicurahkan, tidak ada yang bisa memecat, dan akan lebih cepat bersentuhan dengan konstituen tanpa melalui mekanisme organisasi seperti DPC, DPW, rapat dan sebagainya.

Nuzran memperoleh pemahaman memadai tentang DPD dari Dr Rusadi Kantaprawira, dosen IIP yang kemudian menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di IIP saat kuliah S-2, dari Rusadi Nuzran mempelajari konstitusi termasuk akan hadirnya lembaga baru yang nama awalnya DUD (Dewan Utusan Daerah). Di kampus itu Nuzran mencoba menggali, membandingkan DPD dengan konstitusi Amerika, yang memang dari sisi fungsi dan wewenangnya DPD masih terbatas. Akan tetapi dari segi legitimasi Nuzran berpendapat seandainya wewenang DPD lebih banyak maka lembaga ini akan lebih bagus.

“Kalau di luar, kan, namanya senator. Inilah yang pertamakali menginspirasikan saya,” kata Nuzran tentang pertalian “cintanya” dengan DPD.

Nuzran Joher berhasil lolos mulus ke Senayan sebab sudah memiliki kader dan aktivis mahasiswa yang serta merta bisa digerakkan menjadi tim sukses. Nuzran menyebutkan sudah melakukan investasi politik 15 tahun sebelumnya. Sejumlah kawan saat masih duduk di bangku SD, Tsanawiyah, dan PGA ia kumpulkan menjadi tim sukses. Demikian pula terhadap para aktivis mahasiswa khususnya HMI dan tokoh-tokoh LSM. Bahkan, delapan orang pendeta pengurus Partai Damai Sejahtera (PDS) datang menemui Nuzran menawarkan diri tim sukses.

Walau tak ada sponsor pendukung apalagi latar belakang pengusaha, Nuzran Joher menyebutkan hanya mengeluarkan biaya Rp 70 juta berhasil meraih suara 137.018 pemilih. Suara sebanyak itu adalah suara terbesar yang diraih anggota DPD asal Jambi, sekitar 11 persen suara pemilih, yang jika dihitung dengan kursi DPR RI asal propinsi Jambi itu setara dengan dua kursi.

Sebagai calon independen Nuzran adalah fenomena politik baru di Jambi bahkan seluruh tanah air. Sebab ia berkampanye tanpa mengedarkan leaflet, kartu nama, brosur, atau materi-materi kampanye modern apapun keluaran mesin percetakan. Kartu nama yang ia buat tak lebih dari cetakan printer komputer berwarna di atas kertas biasa. Iklan kampanye di dua media massa lokal pun masih menyisakan utang yang belum dibayar. Utang itu jika ditagih, walau hanya sebagai wacana, akan selalu dengan rendah hati dijawab Nuzran dengan kata sabar saja.

Nuzran Joher banyak meraih simpati dari berbagai kalangan. Untuk memperhalus tutur kata, sebab takut ditolak si empunya hajat yang hendak dibantu, materi-materi dan sumbangan kampanye banyak diberikan simpatisan dengan kata dipinjamkan.

Sosok Nuzran Joher yang hadir langsung di tengah-tengah pemilih lebih dihargai dibandingkan rayuan politik uang yang ditebar kandidat lain. Ada dua kabupaten di propinsi Jambi yang mayoritas masyarakatnya berasal dari Riau. Maka, bersama istri Nurhasanah yang asal Bangkinang, Nuzran Joher berkampanye ke kedua kabupaten itu dengan menyewa sebuah kendaraan berpelat nomor polisi BM asal Riau. Tak pelak di dua kabupaten itu Nuzran seorang diri berhasil meraih suara di atas 45 persen.

Kepada pemilih Nuzran sesungguhnya menawarkan visi dan misi politik yang sederhana saja. Visinya adalah SEGAR-kan propinsi Jambi-Indonesia menuju kemandirian, unggul dan demokratis menuju masyarakat berkeadilan dan sejahtera, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, adat istiadat, dan supremasi hukum. SEGAR yang dimaksud Nuzran adalah akronim dari Sehat, Ekonomis, Gagasan Aktual dan Reaslistik.

Lima misi yang ditetapkannya (1) Turut membangun dan mewujudkan kualitas SDM Jambi-Indonesia yang komperatif dan kompetitif; (2) Mendorong stabilitas politik yang demokratis dem terciptanya cita-cita nasional; (3) Mendorong terciptanya supremasi hukum, terjaminnya keadilan dan kepastian hukum; (4) Turut membangun ekonomi bangsa yang kuat dan pemberdayaan ekonomi rakyat; dan (5) Terciptanya good governance dari pusat maupun daerah.

Buah permenungan
Tanpa memiliki aktivitas bisnis selain aktif di lembaga politik DPD dan membina Yayasan, Nuzran bergiat melakukan suatu tugas sosial bersama sejumlah kawan mantan pengurus PB HMI. Mereka mendirikan sebuah lembaga bisa desa sentra ekonomi bisnis, di Purwakarta.

Cikal bakalnya adalah, sewaktu menjabat Ketua Komunikasi Umat PB HMI ia mendapat program dari Departemen Diknas Life Skill Kepemudaan, yakni memberikan pelatihan manajemen dan kewirausahaan penggemukan domba dan tumpang sari penyulingan nilam kepada 10 orang pemuda Purwakarta. Kegiatan itu terus berkembang hingga mampu memproduksi domba untuk konsumsi lebaran haji.

Sejak duduk di bangku kelas empat sekolah dasar ia memiliki cita-cita kuat ingin melihat kota Jakarta. Cita-cita itu menyeruak berdasarkan cerita seorang bibi, qoriah warga Jakarta yang berkisah di Jakarta ada Istana, Monas, banyak mobil dan sebagainya. Cita-cita itu pertamakali terwujud tahun 1996. Nuzran sebagai perwakilan Senat Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Nuzran diminta hadir mengikuti kegiatan kemahasiswaan di Jakarta, yang lalu dilanjutkan ke Yogyakarta.

Ia datang menggunakan pesawat terbang. Begitu tiba di Jakarta Nuzran mengambil berkesimpulan warga Jakarta adalah sama seperti orang-orang sebagaimana yang dilihatnya pertamakali, yakni pengusaha berdasi, orang-orang bermata sipit, artis, dan pejabat.

Sebab pas turun dari pesawat, melihat banyak orang mata sipit, lalu duduk termenung, merasakan ‘oh, ini rasanya naik pesawat’, kembai menyaksikan siapa saja yang ada di situ yakni pertama-tama melihat orang berdasi, orang yang gagah, artis, pejabat, dan mata sipit. Sebuah pertanyaan lantas melintas dalam pikirannya, “Dalam pertanyaan saya, dimana orang seperti saya, yang lainnya. Dan saya ingat, memori saya waktu itu, ‘aduh, ini tidak adil nih’,” kenang Nuzran.

Rasa ketidakadilan itulah yang telah memicunya bertekad untuk suatu saat akan kembali datang ke Jakarta. Dan itu terbukti saat sejak akhir tahun 1999 Nuzran mulai menetap di Ciputat, meneruskan kuliah S-2 di IIP, mendirikan Yayasan Pendidikan Al-Quran Al-azizi (YPAZI), menikah, dan tahun 2004 diangkat menjadi anggota DPD terpilih dari propinsi Jambi. Ia adalah “senator” berbiaya murah sebab hanya mengeluarkan uang kampanye pemilu Rp 70 juta untuk lolos melenggang ke Senayan.

Sumber : tokoh-indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...